S E L A M A T D A T A N G

SILAHKAN BERGABUNG

Kamis, 21 Januari 2010

Birrul Walidain


Kata Pengantar
Hanya untaian kalimat puji dan syukur yang dapat kami panjatkan kepada Allah SWT tanpa henti. Sebab hanya karena Ma’unah dan Inayahnya saja makalah ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya menuju kesempurnaan ahlaq.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Dirosah Qur an serta sebagai wahana belajar membuat karya ilmiyah.
Tiada gading yang tak retak, demikian juga makalah ini, kami yakin masih banyak kekurangannya. Untuk itu segala saran, kritik dan pembetulan dari pembaca akan kami terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini.
Bagaimanapun kecilnya makalah ini, penulis mengharap dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Amin ya Mujibassailin

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Dari segi umum penulis merasa prihatin terhadap realita yang ada sekarang. Di era globalisasi ini dimana batas-batas agama dan budaya sudah semakin kabur antara yang halal dan yang haram tercampur baur. Muncullah gaya hidup permissip (sikap pembiaran segala hal). Termasuk kewajiban anak untuk berbakti terhadap orang tua, sedikit banyak sudah diabaikan oleh generasi muda kita.
2. Dari segi khusus pengambilan judul ini adalah wujud penyesalan penulis yang teramat dala karena belum sempat membalas budi kepada orang tua. Allah SWT telah memanggil Ayahanda berpualng kesisinya untuk selamanya. Dari sini penulis berharap generasi muda kita sedini mungkin menyadari dan memperhatikan kewajiban berbakti pada orang tua sebelum semuanya terlambat karena hidup mati manusia adalah rahasia Ilahi Robbi.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dipahami tentang kajian birrul walidain sangatlah penting untuk dibahas maka penulis merumuskannya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hukum birrul walidain?
2. Seperti apakah pengorbanan dan jerih payah orang tua merawat, mendidik dan membesarkan anak?
3. Apa kewajiban anak terhadap orang tua?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Dengan ditulisnya makalah ini, penulis bermaksud memberikan penjelasan tentang bagaimana jerih payah orang tua dalam merawat anak, betapa besar beban tanggung jawab yang harus dipikul orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak.
Dan bagaimana kewajiban anak dalam berbakti kepada orang tua yang diajarkan oleh Al-Qur an.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Birr dan Ihsan.
1. Pengertian al-birr
Al-birr artinya kebaikan berdasar sabda Nabi SAW: البرحسن الخلق
Artinya:
Al-birr adalah baiknya akhlaq.
Al-birr adalah mentaati kedua orang tua didalam semua yang mereka perintahkan kepada anak selama hal itu bukan perkara yang bathil, maka walaupun apa yang mereka perintahkan itu perkara yang mubah maka wajib hukumnya mengerjakan perintah tersebut. Selain mentaati perintahnya juga kewajiban untuk memuliakan kedua orang tua dengan ucapan dan perbuatan yang baik.
Allah SWT berfirman dalam surat maryam ayat 14 dan 23 :
Artinya:
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka”.
وبرابوالدتى ولم يجعلنى جباراشقيا
Artinya:
“Dan aku (Isa) berbakti kepada ibuku dan dia (Allah) tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka”.
Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa berbuat baik kepada orang tua (برالوالدين) telah diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
2. Pengertian Ihsan
Didalam memerintahkan hambanya untuk berbakti kepada orang tua Allah tidak menggunakan kata Al-birr tetapi lebih banyak menggunakan kata ihsan sebagaimana firman Allah dalam surat An-nisa’ ayat 36:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”
Ar-Raghib Al-Asfahani pakar kosakata Al-Qur an merumuskan bahwa kata Ihsan digunakan untuk dua hal.
1. Memberi nikmat pada pihak lain
2. Perbuatn baik.
Artinya kata ihsan itu digunakan untuk menggambarkan apa yang menggembirakan manusia akibat perolehan nikmat menyangkut jiwa, jasmani dan keadaannya.
Karena itu ihsan lebih luas dari sekedar “memberi nikmat atau nafkah” maknanya bahkan lebih tinggi dari kandungan makna “adil”. Karena adil adalah memperlakukan orang lain sama dengan perlakuan kita kepada diri kita. Sedangkan ihsan adalah memperlakukan orang lain lebih baik dari memperlakukan kita terhadap diri kita. Adil adalah mengambil semua hak kita dan atau memberi semua hak orang lain sedangkan ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang seharusnya kita ambil.
B. Gambaran Al-Qur an tentang jerih payah orang tua dalam membesarkan anak.
Allah SWT berfirman dalam surat luqman ayat 14:
Artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Dan Allah juga berfirman dalam surat Al-Ahqof ayat 15:
Artinya:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.
Dalam dua ayat di atas Allah mewasiatkan kepada manusia. Wasiat kalau datang dari Allah sifatnya adalah perintah. Tegasnya ialah Allah memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memulyakan kedua ibu bapaknya sebab dengan melalui ibu bapaknya itulah manusia dilahirkan ke bumi. Sebab itu sudah sewajarnya jika keduanya dihormati.
Kemudian Allah menggambarkan bagaimana keadaan ibu ketika mengandung selama di dalam perut ibu sembilan bulan anak menghisap darahnya. Saat itu ibu sulit berdiri dan berat untuk berjalan. Bahkan berbaringpun sakit, tiga bulan pertama ibu meerasakan mual dan muntah karena ada jabang bayi di dalam perutnya, mulai usia kandungan empat bulan perut ibu akan tampak semakin membesar karena bayi yang ada dalam rahimnya semakin membesar, dan seringkali ibu merasakan kesakitan karena bayi yang ada dalam kandungannya bergerak sesuka hati.
Ketika sang bayi akan terlahir kedunia ibu meragang nyawa antara hidup dan mati, meskipun bersimbah darah dan sakit tiada tersiksa, tapi ibu tetap rela demi kehadiran sang anak. Setelah lahir satu persatu jari sang bayi dihitung dan dibelai di tengah sara sakit ibu tiba-tiba tersenyum denngan lelehan air mata bahagia melihat anak terlahir dan saat itu ibunya menyangka bahwa anak itu anak yang sholeh yang akan memuliakannya.3
Pada waktu kita bayi, kita tidak kenal siang dan malam, tidur dan bangun sesuka hati. Padahal ibu kita hampir-hampir tidak tidur semalam suntuk untuk menjaga kita. Rasanya beliau tidak rela bila ada satu ekor nyamukpun menggigit kita.
Kemudian menyapihnya dari persusuan sesudah ia dilahirkan dalam jangka waktu dua tahun atau tiga puluh bulan sebagimana firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 233:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”.
Selama masa itu ibu mengalami berbagai masa kerepotan dan kesulitan dalam rangka mengurus keperluan bayinya. Selama masa itu bayi rentan terkena penyakit. Ibu mengalami kebingungan karena si anak belum bisa berbicara untuk memberi tahu di bagian mana yang ia rasakan sakit, si anak hanya bisa menangis dan terus menangis hal itu menyebabkan kepanikan ibunya makin bertambah dalam hal ini tiada yang dapat menghargai pengorbanan sang ibu selain hanya yang maha mengetahui keadaan ibu yaitu tuhan yang tiada sesuatupun yang samar baginya baik di langit maupun di bumi.
Dalam surat lukman ayat 14 dan surat al-ahqaaf ayat 15 tidak disebutkan jasa bapak tetapi menekankan pada jasa ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu. Berbeda dengan bapak, anak cenderung takut dan menurut pada bapak. Di sisi lain peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan di banding dengan peranan ibu.
Oleh karena itu Rasulullah SAW ketika ditanya tentang siapa yang paling berhak dihormati maka beliau menjawab. Ibumu. Kemudian ibumu kemudian Ibumu. Sesuadah itu rasulullah baru mengatakan Bapakmu.
Setelah anak berusia lima tahun orang tuanya mengirimkan keseekolah dan menafkahinya dengan haraan si anak bisa menjadi lebih maju dari teman-temannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama. Dan supaya anak tersebut menjadi anak yang sholeh kelak setelah ia dewasa.
C. Tuntunan Al-Qur an tentang tata cara berbakti kepada orang tua.
Setelah al-Qur an menjelaskan bagaimana jerih payah orang tua dalam membesarkan anak dan menjelaskan alasan kenapa orang tua harus dihormati.
Al-Qur an mengajarkan bagaimana cara berbakti kepada orang tua, Allah berfirman dalam surat Al-Isro’ ayat 23-24 dan 25:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”. (Q.S Al-Isro’: 23)
Pada ayat ini jelas sekali bahwasannya berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban kedua setelah beribadah kepada Allah. Artinya jika usia salah satu atau keduanya meningkat tua, sehingga tidak kuasa lagi hidup sendiri, sudah sangat bergantung kepada belas kasihan putranya. Hendaklah si anak sabar dan lapang hati memelihara orang tuanya. Kadang-kadang bertambah tua usia seseorang ia bertambah seperti anak kecil, cerewet, minta yang aneh-aneh, apa yang di kerjakan si anak selalu disalahkan. Minta dibujuk dan dikasihani anaknya. Mungkin ada bawaan orang yang telah tua itu membosankan anak. Maka jangan sampai keluar dari mulut si anak satu kalimatpun yang mengandung rasa bosan atau jengkel dalam memelihara orang tua.
Mujtahid menafsirkan ayat ini bahwasannya jika salah satu atau kedua telah buang air besar atau buang air kecil di mana-mana sebagaimana yang kita lakukan di waktu kecil. Maka janganlah mengeluarkan kata-kata yang mengandung keluhan sedikitpun. Jadi alamat jengkel dan kecewa yang betapa kecilpun wajib dihindari.
Setelah mengatakan ah dan sejenisnya, Al-Qur an melarang membentak mereka. Begitu pula hal-hal yang semakna dengan membentak seperti menghardik dan membelalaki mata.
Bagaimana persaan orang tua jika anak yang diasuh dan dibesarkannya bertahun-tahun agar menjadi anak yang berbakti, tetapi setelah besar dan orang tuanya menjadi renta. Ia bentak-bentak, kemana ia akan pergi sedangkan semua tenaga dan waktu mudanya hanya dicurahkan buat anaknya.
Ayat ini menuntut agar apa yang disampaikan kepada orang tua bukan saja yang benar dan tepat, bukan saja yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam suatu masyarakat, tetapi harus yang terbaik dan termulia. Dan kalaupun seandainya orang tua melakukan suatu kesalahan itu harus dianggap tidak ada atau dimaafkan dalam arti dianggap tidak pernah ada dan terhapus dengan sendirinya. Karena tidak ada orang tua yang bermaksud buruk terhadap anaknya.
Pada ayat selanjutnya Allah berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al-Isro’: 24)
Ayat ini masih lanjutan berbakti kepada ibu bapak. Tuntutan kali ini melebihi dalam peringkatnya dituntutan yang lalu.
Ayat ini memerintahkan anak untuk merendahkan diri terhadap orang tua didorong oleh rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan karena takut atau malu dicela orang bila tidak menghormatinya.
Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk mendoakan orang tua, doa kepada ibu bapak disini menggunakan alasan كماربيانى صغيرا para ulama memahami do’a tersebut dalam arti “disebabkan karena mereka telah mendidiku waktu kecil” bukan diartikan “sebagaimana mereka telah mendidiku diwaktu kecil”. Jika kita berkata “disebabkan karena” maka limpahan rahmat yang kita mohonkan itu kita serahkan kepada kemurahan Allah SWT dan ini dapat melimpah jauh lebih banyak dan besar daripada apa yang mereka limpahkan kepada kita!
Adalah sangat wajar dan terpuji jika kita bermohon agar keduanya memperoleperoleh lebih banyak dari yang kita peroleh serta membalas budi melebihi budi mereka.
Ayat 23 dan 24 + 25 memberi tuntutan kepada anak dengan menyebut tahap demi tahap secara berjenjang keatas. Dimulai dengan “janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” yakni jangan menampakkan kejemuan dan kejengkelan serta ketidak sopanan kepadanya.
Lalu disusul dengan tuntunan mengucapkan kata-kata yang mulia ini lebih tinggi tingkatanya dari tuntutan pertama. Karena ia mengandung pesan menampakkan penghormatan dan penggunaan melalui ucapan-ucapan. Selanjutnya meningkat lagi dengan perintah untuk berprilaku yang menggambarkan kasih sayang sekaligus kerendahan dihadapan kedua orang tua itu. Perilaku yang lahir dari rasa kasih sayang yang menjadikan mata sang anak tidak lepas dari orang tuanya. Yakni selalu memperhatikan dan memenuhi keinginan mereka berdua. Akhirnya sang anak dituntun untuk mendo’akan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka. Lebih-lebih waktu sang anak masih kecil dan tidak berdaya. Kini kalau orang tuapun telah mencapai usia lanjut dan tidak berdaya. Maka sang anakpun suatu ketika akan mengalami ketidak berdayaan yang lebih besar dari yang sedang dialami orang tuanya.
Pada ayat selanjutnya Allah berfirman:
“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”.
Ayat ini menegaskan pada ayat-ayat sebelumnya bahwa: Tuhan kamu lebih mengetahui segala apa yang ada dalam hati kamu termasuk sikap dan upaya kamu menghormati orang tua kamu. Allah akan mempertimbangkan dan memperhitungkannya jika kamu orang-orang shaleh. Yakni selalu berusaha patuh dan hormat kepada mereka dan hati kamu memang benar-benar hormat dan tulus. Maka jika sesekali kamu terlanjur sehingga berbuat kesalahan atau menyinggung perasaan mereka maka mohonlah maaf kepada mereka niscaya Allah memaafkan kamu. Karena sesungguhnya Dia bagi orang-orang yang bertubat maha pengampun.
Thahir Ibnu Asyur menulis bahwa karena tuntutan ayat-ayat yang lalu harus didasari oleh keikhlasan, yang pada gilirannya seseorang dapat melaksanakan tuntutan itu secara sempurna, maka Allah menekankan bahwa Dia mengetahui apa yang terbetik dihati seseorang.
D. Ajakan mempersekutukan Allah harus ditentang walaupun datangnya dari orang tua
Allah berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat: 8:
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S Al-Ankabut: 8)
Ayat ini berbicara tentang larangan mengikuti orang tua yang memaksa anaknya mempersekutukan Allah. Namun sebelum menegaskan larangan itu, dikemukakan dahulu prinsip dasar perlakuan anak kepada orang tuanya, kendati agama dan kepercayaan mereka berbeda dengan agama anak.
Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 15:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Dari ayat tersebut Al-Qur an memberikan pengecualian bahwa wajib tidak menuruti orang tua jika kedua orang tua memaksa anak untuk berpindah keyakinan untuk mempersekutukan Allah. Menukar tauhihd dengan syirik. Tegas dalam ayat ini Tuhan memberikan pedoman “Janganlah engkau ikuti keduanya”.
Tentu akan timbul pertanyaan “Apakah dengan demikian si anak bukan mendurhakai orang tua? Jawabannya sudah diteruskan Allah pada lanjutan ayat “dan pergaulilah keduanya di dunia ini sepatutnya” artinya adalah bahwa keduanya selalu dihormati, disayangi, dicintai dengan sepatutnya, dengan yang makruf. Jangan mereka dicaci dan dihina, melainkan tunjukan saja bahwa dalam hal aqidah memang berbeda aqidah anak dan orang tua. Kalau mereka sudah tua asuhlah dengan baik. Tunjukkan bahwa muslim adalah seorang budiman tulen.
E. Keutamaan Birrul Walidain
1. Merupakan salah satu sebab diampuninya dosa
Allah berfirman dalam surat Al-Ahqaaf ayat 15 – 16:
“Sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".
“Mereka Itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.
2. Merupakan sebab keridhoan Allah SWT
Rasulullah SAW bersabda:
رضاالله فى رضاالوالدين وسحت الله فى سحت الوالدين
Artinya: Keridhoan Allah ada pada keridhoan orang tua dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan orang tua.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berbakti kepada orang tua hukumnya adalah wajib bagi setiap orang. Apalagi keduanya sudah beranjak tua. Wajib bagi anak untuk menjaga perasaan mereka berdua.
2. Dalam berbakti kepada orang tua harus seimbang antara ucapan, perbuatan maupun keikhlasan dalam hati.
3. Sebebas apapun usaha anak untuk membalas budi orang tua tetap tidak bisa mengimbangi jerih payah orang tua dalam mendidik anak.
4. Jika orang tua memaksa anak untuk menukar tauhid dengan syirik maka wajib bagi anak untuk menolaknya. Tetapi walaupun demikian anak tidak boleh memusuhi orang tuan. Anak tetap wajib mempergauli orang tua dengan baik dalam hal keduniawian.

Rabu, 20 Januari 2010

MAKALAH

PERAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR
A. Pendahuluan
Teknologi secara substantive telah menjadi bagian integral Dalam kehidupan manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Pada zaman batu sekalipun, teknologi telah menyertai sisi-sisi kehidupan manusia, misalnya dalam pembangunan piramida, candi, pembuatan api dan sebagainya. Seiring perjalanan peradaban manusia yang terus berubah, teknologi yang dikembangkan dan digunakan oleh manusia pun semakin canggih dan kompleks .
Teknologi merupakan hasil rekayasa manusia yang diciptakembangkan untuk mengatasi masalah dan atau keterbatasan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan akan makan, manusia menciptakan suatu teknologi permasakan mulai dari tungku, kayu bakar, tungku arang, kompor minyak tanah, kompor gas, kompor listrik, sampai dengan microwave. Untuk memenuhi kebutuhan atas keterbatasan dalam fungsi indra penglihatan manusia menciptakan kacamata, teropong, keker, micros cope dan sebagainya .
Dalalm bidang pendidikan dan pelatihan , secara sadar atau tidak teknologi juga telah menjadi bagian integral. Penggunaan peraga rupa rungu atau audio visual untuk mengatasi keterbatasan fungsi indera dalam pembelajaran, merupakan fakta empiris yang mempresentasikan betapa teknologi menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan pendidikan dan pelatihan. Sejalan dengan tingkat peradaban manusia, teknologi yang diaplikasikan dalam bidang pendidikan dan pelatihan pun sepadan baik dari sisi kompleksitasi maupun kapasitas yang dapat dipetik. Sebelum teknologi informatika merambah kehidupan manusia, penggunaan peraga chart dan model merupakan favorit bagi guru, dosen maupun pelatih. Pada era tahun 1980-an, penggunaan media transparansi melalui OHP menjadi trend bagi dosen dan instruktur pelatihan maupun para presenter dalam forum-forum ilmiah seperti seminar, loka karya dan yang sejenis. Namun pada era 2000-an diawal millennium ketiga ini, penggunaan media transparansi sudah dipandang sebagai tidak trend lagi, multimedia dan media interaktif seperti LCD menjadi pilihan bagi para pengajar, pelatih dan presentator lainnya .
B. Pengertian Teknologi Pendidikan
Pengertian teknologi pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara umum. Istilah teknologi berasala dari bahasa Yunani : technologis. Technie berarti seni, keahlian atau sains, dan logos berarti ilmu. Teknologi menurut Gaibraith dapat diartikan sebagai penerapan sistematik dari pengetahuan ilmiah atau terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis. Teknologi pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media pendidikan yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif .
Pengertian teknologi yang utama adalah proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses tersebut menghasilkan suatu produk dan untuk itu sering kita diperlukan adanya peralatan atau sarana. Produk yang dihasilkan tidak terpisah dari produk lainnya yang telah ada dank arena itu menjadi bagian integral dari suatu system. Jadi dalam pengertian umum tentang teknologi, alat atau sarana baru yang khusus diperlukan tidak menjadi unsure yang mutlak harus ada, karena alat atau sarana itu telah ada sebelumnya.
C. Perkembangan Konsep Teknologi Pendidikan
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat untuk selanjutnya berpengaruh terhadap pola komunikasi di masyarakat. Tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap pendidikan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat pendidikan tidak mungkin lagi dikelola hanya dengan pola tradisional, karena cara ini tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Hasil teknologi telah lama dimanfaatkan dalam pendidikan. Banyak yang diharapkan dari alat-alat teknologi pendidikan untuk membantu mengatasi berbagai masalah pendidikan sehingga dapat membantu siswa belajar secara individual dengan lebih efektif dan efisien.
Teknologi pendidikan bukan sekedar terapan teknologi dalam pendidikan dan lebih sempit lagi pada proses pembelajaran. Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang mandiri . Perkembangan teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu didasarkan pada acuan yang dapat diterima sebagai pembenar keilmua. Secara falsafi dasar keilmuan yang dimaksud adalah ontology, epistemology dan aksiologi.
Objek formal teknologi pendidikan adalah aktifitas belajar manusia, baik yang dilakukan secara mandiri, perorangan maupun yang tergabung dalam organisasi. Aktifitas belajar yang berlangsung dan terjadi dalam konteks apa saja, kapan saja, dimana saja dan dengan apa saja. Aktifitas dapat berlangsung sesuai kebutuhan dan kondisi. Secara visual objek formal teknologi pendidikan adalah sebagaimana tergambar berikut ini.
Visual objel formal teknologi pendidikan adalah sebagaimana tergambar berikut ini.




Gambar 1 : Objek formal teknologi pendidikan

Teknologi pembelajaran berkembang dari suatu praktek mengajar yang berupa alat peraga untuk mengefektifkan pencapaian hasil belajar siswa, kemudian berkembang pada penggunaan media dalam proses pembelajaran. Perbedaan antara keduanya terletak pada fungsi perangkat yang digunakan dalam system pembelajaran. Artinya suatu perangkat berfungsi sebagai alat peraga manakala perangkat difungsikan sebagai alat bantu bagi pembelaja. Tetapi perangkat yang sama dapat berfungsi sebagai media manakala perangkat itu difungsikan sebagai bagian integral dalam system pembelajaran, ada pembagian peran antara media dengan pembelajar dalam proses penyajian pesan pembelajaran. Perkembangan selanjutnya sampai pada penggunaan terminologi teknologi pendidikan dengan pemahaman bahwa setiap upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keefektifan hasil belajar menjadi cakupan atau objek kajian teknologi pendidikan dengan pemahaman bahwa setiap upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keefektifan hasil belajar menjadi cakupan atau objek kajian teknologi “teknologi kinerja” sebagai representasi terhadap upaya melakukan pelatihan yang efektif dalam jangka waktu pendek dengan menggunakan metode, media dan simulasi. Baru dalam perkembangan terakhir digunakan terminology “teknologi pembelajaran” dengan focus kajian pada aspek belajar manusia.
Proses perkembangan konsep tersebut secara visual dapat digambarkan dalam bagan berikut :











Gambar 2 : Perkembangan terapan teknologi pembelajaran (adaptasi dari Romiszowski, 1989)
Sejalan dengan perkembangan konsep dan terapan di lapangan sebagaimana tergambar diatas, teknologi pembelajaran secara konseptual didefinisikan sebagai teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian tentang proses, sumber dan system belajar (Seels and Richey, 1994). Definisi ini di dalamnya memuat empat komponen, yaitu : 1. Teori dan praktek, 2. Fungsi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian, 3. Proses, sumber dan system belajar, serta 4. Untuk belajar. Untuk lebih jelasnya berikut divisualisasikan dalam bentuk gambar :












Gambar 3 : Definisi teknologi pembelajaran (Seels and Richey, 1994).
Mengacu pada definisi diatas, seorang teknolog pendidikan atau seseorang yang telah memperoleh pendidikan akademik serendahnya pada level sarjana, idealnya menguasai kelima bidang atau kawasan teknologi pembelajaran tersebut. Tetapi dalam kenyataan di lapangan, jarang seseorang yang menguasai sekaligus mampu melaksanakan kelima fungsi itu secara menyeluruh.
Seorang akademisi cenderung menguasai pada aspek teori dalam desain system pembelajaran atau teori dalam pengelolaan sumber untuk belajar. Sementara seorang praktisi cenderung menguasai dan melaksanakan praktek dalam pengelolaan proses dan sumber belajar.




D. Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan biasanya dibedakan dengan karakteristik berikut :
Pendidikan Pelatihan
- Waktu relative lama
- Pengakuan dengan ijazah / diploma
- Kurikulum standar untuk keperluan mendatang (just-in-case : JIC)
- Ditujukan bagi mereka yang akan memasuki lingkungan pekerjaan
- Program regular dengan pengajaran tetap - Waktu relative singkat
- Pengakuan dengan sertifikat
- Kurikulum fleksibel sesuai keperluan sekarang (just-in-time : JIT)
- Ditujukan bagi mereka yang ada/ sudah dalam lingkungan kerja
- Program tidak regular dan pengajar tidak tetap
Meskipun kedua istilah itu dapat dibedakan karakteristiknya, namun kegiatannya dapat disatukan dalam lembaga penyelenggara sebagai lembaga dklat kedinasan atau aparatur. Fungsi lembaga penyelenggara ini seharusnya merupakan agen pembaharu. Lembaga ini perlu memahami perubahan dalam lingkungan strategis dan kemudian mampu menganalisis dampak perubahan itu dalam lingkungan organisasinya. Setelah itu mempersiapkan dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan analisisnya dengan menggunakan sumber belajar yang ada.
Pada daarnya sumber belajar yang dipakai dalam pendidikan atau latihan adalah suatu system yang terdiri dari sekumpulan bahan / situasi yang dikumpulkan secara sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar secara individual. Sumber belajar seperti inilah yang disebut media pendidikan / media instruksional.
E. Kontibusi Teknologi Pendidikan / Pembelajaran
Kontribusi utama teknologi pendidikan / pembelajaran dalam penyelenggaraan diklat yang transformative adalah membuka wawasan tentang terjadinya perubahan lingkungan yang strategis, terutama karena berkembangnya ilmu dan teknologi dan karena itu perlu adanya inovasi dalam pembuatan belajar dan pembelajaran. Namun membuka wawasan saja tidak bisa mencukupi, konsep teknologi pendidikan / pembelajaran (TP/P) juga memberikan rumusan bahkan petunjuk operasional bagaimana seyogianya diselenggarakannya kegiatan belaja-pembelajaran dalam era globalisasi.
Para professional dalam TP/P menyediakan diri dalam memberikan bantuan teknis untuk penyelenggaraan tersebut, dan lembaga pendidikan akademik dalam bidang TP/P akan selalu terbuka menerima mereka untuk memperoleh pendidikan keahlian, sehingga TP/P dapat difungsikan oleh siapa saja dan dimana saja.
Dari beberapa hasil TP/P yang difungsikan sebagai sumber belajar ada criteria yang harus dipertimbangkan oleh seorang pendidik, pelatih atau pengajar, yaitu :
a. Ekonomis atau biaya, apakah ada biaya untuk penggunaan suatu sumber belajar (yang memerlukan biaya), misalnya : overhead beserta transparansinya, video tape/TV beserta kassetnya dan sebagainya.
b. Teknisi (tenaga) yaitu guru atau pihak lain yang mengoprasikan suatu alat tertentu yang dijadikan sumber belajar
c. Bersifat praktis dan sederhana, yaitu mudah dijangkau, mudah dilaksanakan dan mudah mendapatkannya (tidak sulit / langka)
d. Besifat fleksibel, maksudnya suatu yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pengajaran, tidak mudah dipengaruhi factor lain.
e. Relevan dengan tujuan pengajaran dan komponen-komponen pengajaran / belajar
f. Efisien dan kemudahan pencapaian tujuan pengajaran / belajar
g. Memiliki nilai positif bagi proses / aktifitas pengajaran
h. Sesuai dengan interaksi dan strategi pengajaran yang telah dirancang.




F. Kesimpulan
1. Secara sadar maupun tidak, teknologi telah menjadi bagian integral dalam bidang pendidikan dan pelatihan
2. Teknologi pendidikan dalam arti sempit merupakan media pendidikan, yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif. Sedangkan dalam pengertian umum teknologi adalah alat atau sarana baru yang khusus diperlukan tidak menjadi unsure yang mutlak harus ada, karena alat atay sarana itu telah ada sebelumnya.
3. Hasil tekonologi pendidikan merupakan sumber belajar, tetapi ada beberapa criteria yang harus dipertimbangkan sebelum memfungsikannya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad Rohani, Drs. HM, Abu Ahmadi. Drs, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta : Rineka Cipta, 1995
2. Fatah Syukurjyc. Drs. M.Ag, Teknologi Pendidikan, Semarang : Rasail, 2005
3. Fred Percival. Henry Ellington, Teknologi Pendidikan, Penerbit : Erlangga, Jakarta, 1988
4. Nasution, M.A, Teknologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1994
5. Sudarawan Denim, Media Komunikasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1999
6. Yusuf Hadi Miarso. Prof.Dr.M.Sc, Teknologi Komunikasi Pendidikan : Pengertian Dan Penerapannya Di Indonesia, Jakarta : Pustekom DEPDIKBUD dan Rajawali, 1989
7. , Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta : Prenada Media, 2005
8. , Konsep Dan Penerapan Teknologi Pembelajaran, Makalah Dalam Kuliah Perdana Mahasiswa S2 TP UNNES, 14 September 2002

Selasa, 12 Januari 2010

Gurita Cikeas


Membongkar Gurita Cikeas,
di balik skandal Bank Century
“apakah penyertaan modal sementara yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu ada yang
bocor atau tidak sesuai dengan peruntukannya? Bahkan berkembang pula desasdesus,
rumor, atau tegasnya fitnah, yang mengatakan bahwa sebagian dana itu
dirancang untuk dialirkan ke dana kampanye Partai Demokrat dan Capres SBY;
fitnah yang sungguh kejam dan sangat menyakitkan.
…. sejauh mana para pengelola Bank Century yang melakukan tindakan pidana
diproses secara hukum, termasuk bagaimana akhirnya dana penyertaan modal
sementara itu dapat kembali ke negara?”
Begitulah sekelumit pertanyaan Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya hari Senin malam, 23 November 2009,
menanggapi rekomendasi Tim 8 yang telah dibentuk oleh Presiden
sendiri, untuk mengatasi krisis kepercayaan yang meledak di tanah air,
setelah dua orang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) – Bibit
S. Ryanto dan Chandra M. Hamzah – ditetapkan sebagai tersangka kasus
pencekalan dan penyalahgunaan wewenang, hari Selasa, 15 September,
dan ditahan oleh Mabes Polri, hari Kamis, 29 Oktober 2009.
Barangkali, tanpa disadari oleh SBY sendiri, pernyataannya yang
begitu defensif dalam menangkal adanya kaitan antara konflik KPK versus
Polri dengan skandal Bank Century, bagaikan membuka kotak Pandora
yang sebelumnya agak tertutup oleh drama yang dalam bahasa awam
menjadi populer dengan julukan drama cicak melawan buaya. Memang,
drama itu, yang begitu menyedot perhatian publik kepada tokoh Anggodo
Widjojo, yang dijuluki “calon Kapolri” atau “Kapolri baru”, cukup sukses
mengalihkan perhatian publik dari skandal Bank Century, bank gagal yang
mendapat suntikan dana sebesar Rp 6,7 trilyun dari Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), jauh melebihi Rp 1,3 trilyun yang disetujui DPR‐RI.
Selain merupakan tabir asap alias pengalih isu, penahanan Bibit
Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah oleh Mabes Polri dapat
ditafsirkan sebagai usaha mencegah KPK membongkar skandal Bank
Century itu, bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Soalnya, investigasi kasus Bank Century itu sudah didorong oleh Bibit
Samad Riyanto, yang waktu itu masih aktif sebagai Wakil Ketua Bidang
Investigasi KPK (Batam Pos, 31 Agust 2009). Sedangkan BPK juga sedang
meneliti pengikutsertaan dana publik di bank itu, atas permintaan DPR‐RI
pra‐Pemilu 2009.
Dari berbagai pemberitaan di media massa dan internet, nama dua
orang nasabah terbesar Bank Century telah muncul ke permukaan, yakni
Hartati Mudaya, pemimpin kelompok CCM (Central Cipta Mudaya) dan
Boedi Sampoerna, salah seorang penerus keluarga Sampoerna, yang
menyimpan trilyunan rupiah di bank itu sejak 1998. Sebelum Bank Century
diambilalih oleh LPS, Boedi Sampoerna, seorang cucu pendiri pabrik rokok
PT HM Sampoerna, Liem Seng Thee, masih memiliki simpanan sebesar Rp
Rp 1.895 milyar di bulan November 2008, sedangkan simpanan Hartati
Murdaya sekitar Rp 321 milyar. Keduanya sama‐sama penyumbang
logistik SBY dalam Pemilu lalu. Beberapa depositan kelas kakap lainnya
adalah PTPN Jambi, Jamsostek, dan PT Sinar Mas. Boedi Sampoerna
sendiri, masih sempat menyelamatkan sebagian depositonya senilai US$ 18
juta, berkat bantuan surat‐surat rekomendasi Kepala Badan Reserse dan
Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri waktu itu, Komjen (Pol) Susno Duadji,
tanggal 7 dan 17 April 2009 (Rusly 2009: 48; Haque 2009; Inilah.com, 25
Febr. 2009; Antara News, 10 Ag. 2009; Vivanews.com, 14 Sept. 2009; Forum
Keadilan, 29 Nov. 2009: 14).
(CANTUMKAN)
SURAT REKOMENDASI BARESKRIM MABES POLRI,
KOMJEN (POL) SUSNO DUADJI, TERTANGGAL 7 DAN 17 APRIL 2009
BANTUAN GRUP SAMPOERNA UNTUK HARIAN JURNAS
Apa relevansi informasi ini dengan keluarga Cikeas? Boedi
Sampoerna ditengarai menjadi “salah seorang penyokong SBY, termasuk
dengan menerbitkan sebuah koran” (Rusly 2009: 48). Ada juga yang
mengatakan” Sampoerna sejak beberapa tahun lalu mendanai penerbitan
salah satu koran nasional (Jurnas/Jurnal Nasional) yang menjadi corong
politik Partai SBY” (Haque 2009).
Dugaan itu tidak 100% salah, tapi kurang akurat. Untuk itu, kita
harus mengenal figur‐figur keluarga Sampoerna yang memutar roda
ekonomi keluarga itu, setelah penjualan 97% saham PT HM Sampoerna
kepada maskapai transnasional AS, Altria Group, pemilik pabrik rokok AS,
Philip Morris, di tahun 2005, seharga sekitar US$ 2 milyar atau Rp 18,5
trilyun. Liem Seng Tee, yang mendirikan pabrik rokok itu di tahun 1963
bersama istrinya, Tjiang Nio, mewariskan perusahaan itu kepada anaknya,
Aga Sampoerna (Liem Swie Ling), yang lahir di Surabaya tahun 1915. Aga
Sampoerna kemudian menyerahkan perusahaan itu kepada dua orang
anaknya, Boedi Sampoerna, yang lahir di Surabaya, tahun 1937, serta
adiknya, Putera Sampoerna, yang lahir di Amsterdam, 13 Oktober 1947
(PDBI 1997: A‐789 – A‐796; Warta Ekonomi, 18‐31 Mei 2009: 43, 49).
Sesudah menjual pabrik rokoknya kepada Philip Morris, Putera
menyerahkan pengelolaan perusahaan pada anak bungsunya, Michael
Joseph Sampoerna, yang telah mengembangkan holding company keluarga
yang baru, Sampoerna Strategic, ke berbagai bidang dan negara. Misalnya,
membeli 20% saham perusahaan asuransi Israel, Harel Investment Ltd dan
saham dalam kasino di London, dan berencana membuka sejuta hektar
kelapa sawit di Sulawesi, berkongsi dengan kelompok Bosowa milik Aksa
Mahmud, ipar Jusuf Kalla (Investor, 21 Ag.‐3 Sept. 2002: 19; Prospektif, 1
April 2005: 48; Globe Asia, Ag. 2008: 52‐53, Ag. 2009: 100‐101).
Namun ada seorang kerabat Boedi dan Putera Sampoerna, yang
tidak pernah memakai nama keluarga mereka. Namanya Sunaryo, seorang
kolektor lukisan yang kaya raya, yang mengurusi pabrik kertas Esa Kertas
milik keluarga Sampoerna di Singapura yang hampir bangkrut, dan
sedang bermasalah dengan Bank Danamon. Menurut sumber‐sumber
penulis, sejak pertama terbit tahun 2006, Sunaryo mengalirkan dana Grup
Sampoerna ke PT Media Nusa Perdana, penerbit harian Jurnal Nasional di
Jakarta.
Perusahaan itu kini telah berkembang menjadi kelompok media
cetak yang cukup besar, dengan harian Jurnal Bogor, harian Jurnal Bogor,
majalah bulanan Arti, dan majalah dwimingguan Eksplo. Boleh jadi, dwimingguan
ini merupakan sumber penghasilan utama perusahaan
penerbitan ini, karena penuh iklan dari maskapai‐maskapai migas dan
alat‐alat berat penunjang eksplorasi migas dan mineral.
Secara tidak langsung, dwi‐mingguan Explo dapat dijadikan
indikator, sikap Partai Demokrat – dan barangkali juga, Ketua Dewan
Pembinanya – terhadap kebijakan‐kebijakan negara di bidang ESDM.
Misalnya dalam pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yang
tampaknya sangat dianjurkan oleh Redaksi Explo (lihat tulisan Noor
Cholis, “PLTN Muria dan Hantu Chernobyl”, dalam Explo, 16‐31 Oktober
2008, hal. 106, serta berita tentang PLTN Iran yang siap beroperasi,
September lalu dalam Explo, 1‐15 April 2009, hal. 79).
Pemimpin Umum harian Jurnas berturut‐turut dipegang oleh Asto
Subroto (2006‐2007), Sonny (hanya beberapa bulan), dan N. Syamsuddin
Ch. Haesy (2007 sampai sekarang). Kedua pemimpin umum pertama
bergelar Doktor dari IPB, dan termasuk pendiri Brighton Institute bersama
SBY.
Selama tiga tahun pertama, ada dua orang fungsionaris PT Media
Nusa Perdana yang diangkat oleh kelompok Sampoerna, yakni Ting
Ananta Setiawan, sebagai Pemimpin Perusahaan, dan Rainerius Taufik
sebagai Senior Finance Manager atau Manajer Utama Bisnis. Dalam Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar PT Media Nusa Perdana, yang
dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi DKI
Jakartam 5 Maret 2007, namanya tercantum sebagai Direktur merangkap
pemilik dan penanggungjawab.
Sementara itu, kesan bahwa perusahaan media ini terkait erat
dengan Partai Demokrat tidak dapat dihindarkan, dengan duduknya
Ramadhan Pohan, Ketua Bidang Pusat Informasi BAPPILU Partai
Demokrat sebagai Pemimpin Redaksi harian Jurnal Nasional dan majalah
Arti, serta Wakil Ketua Dewan Redaksi di majalah Eksplo.
Sebelum menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Jurnas, Ramadhan
Pohon merangkap sebagai Direktur Opini Publik & Studi Partai Politik
Blora Center, think tank Partai Demokrat yang mengantar SBY ke kursi
presidennya yang pertama. Barangkali ini sebabnya, kalangan pengamat
politik di Jakarta mencurigai bahwa dana kelompok Sampoerna juga
mengalir ke Blora Center. Soalnya, sebelum Jurnas terbit, Blora Center
menerbitkan tabloid dwi‐mingguan Kabinet, yang menyoroti kinerja
anggota‐anggota Kabinet Indonesia Bersatu. Sementara itu, Ramadhan
Pohan baru saja terpilih menjadi anggota DPR‐RI dari Fraksi Demokrat,
mewakili Dapil VII Jawa Timur (Jurnalnet.com, 25 Febr. 2005; Fajar, 21 Juni
2005; ramadhanpohan.com, 14 Okt. 2009).
Kembali ke kelompok Jurnas dan hubungannya dengan Grup
Sampoerna, di tahun 2008, Ting Ananta Setiawan mengundurkan diri dari
jabatan Pemimpin Perusahaan, yang kini dirangkap oleh Pemimpin
Umum, N. Syamsuddin Haesy. Namun nama Ananta Setiawan tetap
tercantum sebagai Pemimpin Perusahaan, sebagai konsekuensi dari SIUP
PT Media Nusa Perdana. Mundurnya Ananta Setiawan secara de facto
terjadi seiring dengan mengecilnya saham Sampoerna dalam perusahaan
media itu, dan meningkatnya peranan Gatot Murdiantoro Suwondo
sebagai pengawas keuangan perusahaan itu. Isteri Dirut BNI ini,
dikabarkan masih kerabat Ny. Ani Yudhoyono (McBeth 2007).
Berapa besar dana yang telah disuntikkan Grup Sampoerna ke
kelompok Jurnas? Menurut SIUP PT Media Nusa Perdana yang
diterbitkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta, 5
Maret 2007, nilai modal dan kekayaan bersih perusahaan itu sebesar Rp 3
milyar. Namun jumlah itu, hanya cukup untuk sebulan menerbitkan
harian Jurnal Nasional, yang biaya cetak, gaji, dan biaya‐biaya lainnya
kurang lebih Rp 2 milyar sebulan. Berarti biaya penerbitan tahun pertama
(2006), sekitar Rp 24 milyar. Tahun kedua (2007), turun menjadi sekitar Rp
20 milyar, setelah koran dan majalah‐majalah terbitan PT Media Nusa
Perdana mulai menarik langganan dan iklan. Tahun ketiga (2008), sekitar
Rp 18 milyar, dan tahun keempat (2009) sekitar Rp 15 milyar.
Berarti kelompok media cetak ini telah menyedot modal sekitar Rp
90 milyar, mengingat Jurnal Bogor menyewa kantor sendiri di Bogor, dan
punya rencana untuk berdiri sendiri, dengan perusahaan penerbitan
sendiri. Selain biaya cetak yang tinggi untuk seluruh Grup Jurnas, pos gaji
wartawan kelompok media ini tergolong cukup tinggi. Gaji pertama
wartawan Jurnas tahun 2006 mencapai Rp 2,5 juta sebulan, tiga kali lipat
gaji wartawan baru Jawa Pos Group.
Kecurigaan masyarakat bahwa keluarga Sampoerna tidak hanya
menanam modal di kelompok media Jurnal Nasional, tapi juga di simpulsimpul
kampanye Partai Demokrat yang lain, yang juga disalurkan lewat
Bank Century, bukan tidak berdasar. Soalnya, Laporan Keuangan PT Bank
Century Tbk Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal‐Tanggal 30 Juni 2009
dan 2008 menunjukkan bahwa ada penarikan simpanan fihak ketiga
sebesar Rp 5,7 trilyun.
Selain itu, Ringkasan Eksekutif Laporan Hasil Investigasi BPK atas Kasus
PT Bank Century Tbk tertanggal 20 November 2009 menunjukkan bahwa
Bank Century telah mengalami kerugian karena mengganti deposito milik
Boedi Sampoerna yang dipinjamkan atau digelapkan oleh Robert Tantular
dan Dewi Tantular sebesar US$ 18 juta – atau sekitar Rp 150 milyar ‐‐
dengan dana yang berasal dari Penempatan Modal Sementara LPS.
PEMANFAATAN PSO LKBN ANTARA UNTUK BRAVO MEDIA
CENTER:
Kemudian, sudah ada preseden bahwa dana publik dialihkan untuk
biaya kampanye Partai Demokrat dan calon presidennya. Hal ini timbul, di
mana ada perangkapan jabatan antara kader Partai Demokrat, khususnya
yang duduk di dalam berbagai tim sukses, dengan jabatan komisaris atau
fungsionaris badan‐badan usaha milik negara (BUMN) tertentu. Misalnya
dalam kasus Rully Ch. Iswahyudi yang selain menjadi Direktur Komersial
& IT Perum LKBN Antara, juga ikut mengelola Bravo Media Center.
Mantan direktur Blora Center dalam Pemilu 2004 dan mantan Wakil
Pemimpin Umum Harian Jurnal Nasional itu masih tercantum namanya
sebagai Staf Khusus Bappilu Partai Demokrat, menurut situs resmi Partai
Demokrat, 10 Juli 2009. Juga, sampai dengan 1 April lalu, namanya masih
tercantum sebagai Direktur Media Center Barindo (Barisan Indonesia)
(Gatra, 1 April 2009: 17). Padahal Barindo, yang ditokohi oleh Akbar
Tanjung, adalah salah satu jejaring militan pendukung SBY (lihat Lampiran
I).
Lalu, adalah kontribusi finansial Rully bagi kampanye Capres dan
Cawapres SBY‐Boediono? Ada. Bersama CEO LKBN Antara, Dr. Akhmad
Muchlis Jusuf, separuh dari dana PSO (Public Service Obligation) LKBN
Antara yang berjumlah Rp. 40,6 milyar ke Bravo Media Center, salah satu
tim kampanye SBY‐Boediono.
PSO untuk LKBN Antara itu merupakan bagian dari alokasi PSO
untuk empat BUMN – PELNI, PT Kereta Api Indonesia (KAI), LKBN
Antara, dan PT Pos – sebesar Rp 1,7 trilyun yang disetujui oleh DPR‐RI,
akhir 2008. Pengalihan separuh dana PSO LKBN Antara untuk Bravo
Media Center ini menimbulkan ketegangan di dalam kantor berita itu.
Barangkali, karena rasa tanggungjawab yang besar, serta susahnya mencari
pekerjaan, tidak ada karyawan LKBN Antara yang keluar, namun
informasi ini sudah sempat merembes ke luar.
Nah, kalau pengalihan sebagian uang rakyat untuk ‘dana siluman’
kampanye SBY‐Boediono – karena tidak dilaporkan ke KPU ‐‐, bagaimana
dengan uang rakyat yang dititipkan pada Badan‐Badan Usaha Milik
Negara yang lain, di mana pejabatnya juga menjadi anggota tim sukses
SBY‐Boediono? Baik yang terdaftar, maupun yang tidak terdaftar?
= Bagaimana dengan dana PSO yang dialokasikan untuk PT KAI, yang
komisarisnya, Yahya Ombara, juga menjadi anggota tim sukses SBYBoediono,
sebelum ditarik, 10 Juni lalu?
= Bagaimana dengan dana PSO yang dialokasikan untuk PT Pos, yang
komisarisnya, Andi Arief, menjadi anggota Jaringan Nusantara?
= Bagaimana dengan transparansi dana BUMN lain, yang komisarisnya
juga anggota Jaringan Nusantara, seperti Aam Sapulete (PTPN VII,
Lampung), Herry Sebayang (PTPN III, Sumut), dan Syahganda
Nainggolan (PT PELINDO, yang mengelola pelabuhan Tanjung Priok,
termasuk pelabuhan peti kemasnya)?
Pengalihan dana melalui Bank Century, LKBN Antara, atau
korporasi‐korporasi lain, terdorong oleh gencarnya usaha SBY serta para
pendukungnya, untuk memastikan pemilihannya kembali untuk masa
jabatan kepresidenan yang kedua dan terakhir, sehingga terbukti jumlah
pemilih Partai Demokrat telah melonjak hampir tiga kali lipat dari 7 %
dalam Pemilu legislatif tahun 2004 menjadi sekitar 20% dalam Pemilu
legislatif 2009.
YAYASAN‐YAYASAN YANG BERAFILIASI KE SBY:
Selain melalui lebih dari selusin tim kampanye (lihat Lampiran 1),
penggalangan dukungan politis dan ekonomis bagi SBY dimotori oleh
yayasan‐yayasan yang berafiliasi ke SBY dan ke Ny. Ani Yudhoyono.
Selanjutnya, yayasan‐yayasan yang berfungsi sebagai bagian dari strategi
public relationship keluarga Yudhoyono, ternyata tidak luput dari usaha
penggalangan dana bagi perusahaan‐perusahaan lama dan baru, yang
kemungkinan besar juga menyumbangkan sebagian keuntungannya untuk
biaya kampanye Partai Demokrat dan calon presidennya.
Antara tahun 2005‐2006, telah didirikan dua yayasan yang berafiliasi
ke SBY, yakni Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam yang didirikan
tahun 2005 dan berkantor di Tebet, Jakarta Selatan , tapi selalu
menyelenggarakan kegiatan‐kegiatan dzikirnya di Masjid Baiturrahim di
Istana Negara; serta Yayasan Kepedulian Sosial Puri Cikeas, disingkat
Yayasan Puri Cikeas, yang didirikan tanggal 11 Maret 2006 di kompleks
perumahan Cikeas Indah (lihat Lampiran 2: Susunan Pengurus Yayasan
Puri Cikeas).
Kedua yayasan itu melibatkan sejumlah menteri (ada yang sekarang
mantan menteri, seperti ), sejumlah perwira tinggi, sejumlah pengusaha,
serta anggota keluarga besar SBY. Edhi Baskoro Yudhoyono, putra bungsu
SBY dan Ny. Ani Yudhoyono, sebagai salah seorang Sekretaris Yayasan
Majelis Dzikir SBY Nurussalam, dan Hartanto Edhie Wibowo, adik bungsu
Ny. Ani Yudhoyono (lihat Box II: Dinasti Sarwo Edhie Wibowo) sebagai
salah seorang bendahara.
(CANTUMKAN)
BOX II: DINASTI SARWO EDHIE WIBOWO
Menjelang Pemilu 2009, yayasan penopang kekuasaan SBY
bertambah satu: Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (KdK), yang
dipimpin oleh Arwin Rasyid. Empat orang anggota Dewan Pembinanya
sudah masuk ke dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, yakni
Djoko Suyanto, Purnomo Yusgiantoro, Sutanto, dan MS Hidayat (lihat
Lampiran 3a: Visi, Misi, dan Struktur Pengurus YKDK).
Yayasan ini dikelola oleh orang‐orang yang punya banyak
pengalaman di bidang perbankan. Ketua Umumnya, Arwin Rasyid,
Presiden Direktur CIMB Bank Niaga, sedangkan Bendahara Umumnya,
Dessy Natalegawa. Dessy adalah adik kandung Menlu Marty Natalegawa
yang sudah diproyeksikan akan diangkat menjadi Menlu dalam KIB II
(Gatra, 28 Okt. 2009: 16). Mereka tidak perlu lagi bingung memikirkan
penggalangan dana (fund raising ) bagi yayasan ini, yang telah mendapat
kucuran dana sebesar US$ 1 juta dari Djoko Soegiarto Tjandra, pemilik
Bank Bali dan buron kelas kakap BLBI (Vivanews, 2 Okt. 2009; Mimbar
Politik, 7‐14 Okt. 2009: 10‐11).
Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam, dan
Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian punya beberapa ciri yang sama.
Ketiga yayasan itu tidak dipimpin oleh SBY sendiri, tapi oleh orang‐orang
dari inner circle nya. Pola operasinya sama: memadu kedermawanan
dengan mobilisasi dukungan politik dan ekonomi. Sejumlah perusahaan
pendukung ketiga yayasan itu bukannya tidak mengharapkan
keuntungan. Padahal, jangkauan kedermawanan ketiga yayasan itu
membutuhkan dana yang sangat besar. Lagi pula, hasil auditing ketiga
yayasan itu oleh auditor publik yang betul‐betul independen, belum
pernah dilaporkan ke parlemen dan ke media massa.
Soalnya, ketiga yayasan itu melibatkan sejumlah Menteri dan staf
harian Presiden, serta menguasai dana milyaran rupiah. Yayasan Majelis
Dzikir SBY Nurussalam tadinya melibatkan tiga orang Menteri (Hatta
Rajasa, Sudi Silalahi, dan M. Maftuh Basyuni, yang tadinya Menteri
Agama) sebagai Pembina, serta Brigjen Kurdi Mustofa, Sekretaris Pribadi
Presiden SBY, sebagai Pengawas. Kegiatan yayasan ini telah menelan dana
yang sebagian mungkin berasal dari anggaran negara. Misalnya, dana
untuk kegiatan zikir dan doa di Masjid Baiturrahim di Kompleks Istana
Negara di akhir 2007 dan 2008, yang diikuti antara 3000 dan 4000 jemaah,
yang selesai berdoa, diundang makan malam di Istana Negara (Kompas, 31
Des. 2007; Tempo, 13 Jan. 2008: 34).
Biaya makan malam ribuan jemaah zikir itu mungkin dapat diambil
dari anggaran rutin kepresidenan yang telah disetujui oleh DPR‐RI. Tapi
bagaimana dengan biaya ibadah umroh bagi lima rombongan ulama a 50
orang yang disponsori oleh yayasan ini, di mana setiap orang menelan
biaya seribu real (Antara News, 16 Sept. 2008; Masayok 2008; website majelis
dzikir)?
Boleh jadi, selain dari uang rakyat, melalui anggaran kepresidenan,
pembiayaan yayasan ini dibantu oleh kedua orang bendaharanya. Selain
Hartanto, ada bendahara lain, yakni Aziz Mochdar, mitra bisnis Bambang
Trihatmodjo dan adik Muchsin Mochdar, ipar mantan Presiden B.J.
Habibie. Selain itu, Aziz juga mitra Gunawan Yusuf, pemilik Sugar Group
Company (SGC) yang sedang berkonflik dengan Anthony Salim tentang
kepemilikan sejumlah perkebunan tebu di Lampung (Aditjondro 2003: 94;
Tempo, 13 Mei 2008; Mahkamah, 15 April 2009: 28‐29; Gatra, 1 April 2009: 68‐
69).
Dibandingkan dengan Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam,
Yayasan Puri Cikeas melibatkan lebih banyak pejabat, purnawirawan
perwira tinggi, dan pengusaha. Ketua Dewan Pembinanya adalah Jero
Wacik, Menteri Pariwisata dan Kebudayaan, pemilik tiga perusahaan yang
bergerak di bidang hotel, biro perjalanan, bidang interior, dan disain
tekstil, yakni PT Griya Batu Bersinar, PT Pesona Boga Suara, dan PT Putri
Ayu (Sriwijaya Post, 8 Sept. 2009; Warta Ekonomi, 16‐29 Nov. 2009: 49).
Selain Menteri tadi, sejumlah mantan perwira tinggi terlibat di
Yayasan Puri Cikeas. Ketua dan anggota Dewan Penasehat yayasan ini
adalah mantan KSAD Jenderal (Purn.) Subagyo H.S., Komjen (Pol) Didi
Widayadi, dan Mayjen TNI Bambang Sutedjo. Sedangkan Ketua Umum
dan Wakil Ketua Umum Pengurus adalah Marsekal Madya (Purn.) Suratto
Siswodihardjo, mantan Ketua INKOPAU, dan mantan Wakil Ketua MPRRI
Letjen (Purn.) Agus Widjojo. Subagyo HS dan Agus Widjojo tetangga
SBY di kompleks Cikeas Indah itu (Detiknews, 24 Sept. 2004).
Para pebisnis yang namanya tercantum di struktur organisasi
yayasan ini adalah Jero Wacik, yang sudah disebut di depan; Sofyan Basir,
Dirut Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan mantan Dirut Bank Bukopin;
Anton Sukartono, putra Suratto Siswodiharjo yang juga Wakil Bendahara
DPP Partai Demokrat dan CEO PT Bakrie Building Industries, anak
perusahaan Bakrie & Brothers; Glen Glenardi, Direktur Utama Bukopin;
Sukamdani Sahid Gitosarjono, pemimpin dan pemilik Sahid Group, serta
anaknya, Hariadi Budi Sukamdani; Tanri Abeng dan anaknya, Emil
Abeng, Presiden PT Walinusa Energi yang bergerak di bidang
pertambangan batubara serta pembangunan pembangkit‐pembangkit
tenaga listrik dan pipa‐pipa gas alam (Aditjondro 2003: 24‐5; Tempo, 13 Mei
2008, 2 Febr. 2009; Antara, 12 April 2006; Lampung Post, 1 Juni 2006;
Sriwijaya Post, 8 Sept. 2009; Warta Ekonomi, 16‐29 Nov. 2009: 49; Bank
Bukopin 2002; website Yayasan Puri Cikeas; website Partai Demokrat).
Jangan lupa, Ketua Umum yayasan ini, Suratto Siswodihardjo, juga
seorang pebisnis, setelah berkarier di bidang kemiliteran dan politik. Lahir
di Solo tahun 1946, lulusan AKABRI Udara di Yogyakarta (1969) dan
Sarjana Sosial Universitas Jakarta (1992) menjabat sebagai Kasi Sospol
Mabes AU (1990‐1992), anggota DPRD‐DKI dari Fraksi ABRI dan Ketua
INKOPAU (1998‐2001). Tahun 1998, Suratto menjadi komisaris PT Sweet
Indo Lampung dan PT Indo Lampung Perkasa (1998‐2000) yang waktu itu
masih milik Anthony Salim; anggota Dewan Audit Bank Bukopin ( 2006‐
2007) dan komisaris Bank Bukopin (2001‐2002); komisaris PT Prosys
Engineering International (2005); dan komisaris PT Angkasa Pura II (2006‐
2007) yang mengelola bandara‐bandara di Jakarta, Medan, Palembang,
Banda Aceh, dan Pontianak (Angkasa Pura II 2007: 3, 15; Bank Bukopin
2002, 2006; Mahkamah, 15 April 2009: 28‐29).
Dengan modal yang telah terkumpul dari berbagai usahanya, Suratto
membeli tanah seluas 25 hektar di Desa Cikeas, Kecamatan Gunung Putri,
Kabupaten Bogor, waktu masih berharga Rp. 5000 per meter persegi tahun
1995. Tanah itu kemudian dikapling‐kapling, masing‐masing seluas seribu
meter persegi, dan tahun berikutnya ditawarkan kepada sejumlah perwira
tinggi di jajaran Hankam seharga Rp 35 ribu per meter persegi. Sejumlah
jenderal membelinya, termasuk SBY, yang langsung membeli empat
kapling, yang sekarang sudah bernilai Rp 1,5 hingga Rp 2 juta per meter
persegi. Suratto membangun rumahnya bersamaan dan berseberangan
dengan SBY tahun 1997. Jadi boleh dikata, Suratto adalah seorang
pengembang yang berhasil, yang berkepentingan untuk mempertahankan
SBY menjadi Presiden untuk periode keduanya, supaya harga tanah di
kompleks Cikeas Indah semakin mahal (Detiknews, 24 Sept. 2004; Tempo, 21
Juni 2009: 28, 21 Juni 2009: 28; Harian Komentar, 27 Ag. 2007).
Boleh jadi, mereka ikut menyumbang kegiatan Yayasan Puri Cikeas,
yang bergerak dalam penyelenggaraan Sekolah Alam Cikeas,
penanggulangan bencana alam di DIY dan Jawa Tengah, warung murah,
dan berbagai bentuk bantuan sosial, terutama buat penduduk pedesaan
sekitar Cikeas. Sedangkan untuk bantuan pengobatan gratis, ada klinik
keliling, gagasan Ny. Ani Yudhoyono (Harian Komentar, 27 Ag. 2007; Radar
Bogor, 16 Ag. 2009).
Sejauh tidak menggunakan uang rakyat, dan murni dibiayai oleh
pengusaha swasta, tidak ada masalah. Namun karena Sofyan Basir,
Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah Wakil Ketua Dewan
Pembina Yayasan Puri Cikeas, keuangan yayasan ini perlu diaudit dan
dilaporkan ke parlemen, mengingat BRI merupakan BUMN.
Secara khusus, para nasabah Bank Bukopin juga berkepentingan
mengetahui laporan keuangan yayasan ini, sebab dirut Bank Bukopin,
Glen Glenardi, adalah ketua Badan Pengawas yayasan ini. Padahal ketua
umum yayasan ini, Suratto Siswodiharjo, pernah menjadi Komisaris (2001‐
2002), kemudian anggota Tim Audit Bank Bukopin (2006‐2007).
Walaupun Bukopin itu sendiri sudah badan usaha swasta, pemegang
sahamnya termasuk koperasi‐koperasi pegawai negeri sipil (PNS), polisi,
dan tentara. Suratto Siswodiharjo sendiri, masuk ke lingkungan Bukopin,
karena ia pernah menjabat sebagai Ketua Induk Koperasi Angkatan Udara
(INKOPAU). Dengan demikian dapat dikatakan, Bukopin mengelola
sejumlah uang rakyat yang telah dibayarkan sebagai gaji pegawai negeri
sipil, polisi, dan tentara.
KAITAN YAYASAN‐YAYASAN TERSEBUT DI ATAS DENGAN
BISNIS KELUARGA CIKEAS:
Namun yang paling penting, keuangan ketiga yayasan itu perlu
diaudit dan dilaporkan ke parlemen dan media, karena dua orang anggota
keluarga besar SBY dan Ny. Ani Yudhoyono, yakni Hartanto Edhi
Wibowo, adik bungsu Ny. Ani Yudhoyono dan Edhi Baskoro Yudhoyono,
putra bungsu SBY dan Ny. Ani Yudhoyono, yang sudah terjun dalam
bisnis keluarga Cikeas, memegang jabatan‐jabatan strategis di Yayasan
Majelis Dzikir SBY Nurussalam, masing‐masing sebagai bendahara dan
sekretaris.
Menariknya, Hartanto Edhie Wibowo, punya ikatan bisnis dengan
adik dari M. Hatta Rajasa, Pembina Yayasan Majelis Dzikir SBY
Nurussalam, melalui PT Power Telecom (Powertel). Hartanto adalah
Komisaris Utama perusahaan itu, sementara adik Hatta Rajasa, Achmad
Hafisz Tohir, salah seorang direkturnya, pakar telematika Roy Suryo
Notodiprojo komisaris independen, sedangkan Dicky Tjokrosaputro, salah
seorang pewaris Batik Keris, direktur utama PT Powertel. Waktu Hatta
Rajasa jadi Menteri Perhubungan, Powertel mendapat proyek telekom
serat optik dari PT KAI Tempo Interaktif, 27 April 2009; Warta Ekonomi, 15‐28
Juni 2009: 56; Indonesia Monitor, 7 & 14 April 2009; www.selular.co.id, 2 Juli
2008; www.jakartapress.com, 4 Agustus 2008).
(CANTUMKAN)
FOTO DICKY TJOKROSAPUTRO,
DIREKTUR UTAMA PT POWERTEL
PowerTel yang berkantor pusat di Jakarta, dengan enam kantor
cabang di Pulau Jawa, mendapat berbagai proyek di lingkungan PT Kereta
Api Indonesia (KAI) sewaktu Hatta Rajasa masih menjabat sebagai Menteri
Perhubungan, yakni pembangunan double track jurusan Tanah Abang‐
Serpong bernilai Rp 333 milyar; pengadaan 16 unit kereta api listrik (KRL)
bekas dari Jepang bernilai Rp 44,5 milyar; serta pengadaan jaringan serat
optik di kawasan Jakarta, Bandung, dan Surabaya, dengan memanfaatkan
jaringan rel PT KAI (idem).
Ironisnya, berbagai proyek itu merupakan rekomendasi Proyek
Efisiensi Perkeretaapian (PEP) PT KAI, yang dibiayai dengan hutang US$
85 juta dari Bank Dunia. Rekomendasi itu ditindaklanjuti dengan hutang
41 milyar Yen dari pemerintah Jepang melalui JBIC (Japan Bank for
International Cooperation) untuk pembangunan rel double track dan
pembelian gerbong‐gerbong bekas dari Jepang, serta hutang US$ 194,88
juta dari pemerintah RRT untuk pembangunan rel double track antara
Yogyakarta dan Kutoarjo (Nikmah & Wijiyati 2008: 1, 13‐4).
Dengan kata lain, perusahaan kongsi keluarga Tjokrosaputro, Hatta
Rajasa, dan Hartanto Edhie Wibowo mengambil keuntungan dari
akumulasi hutang Republik Indonesia kepada Bank Dunia serta
pemerintah Jepang dan RRT, sewaktu Hatta Rajasa menjabat sebagai
Menteri Perhubungan. Kalau begitu, apakah SBY – siapapun wakil
presidennya – dapat menyangkal bahwa ia menganut pola ekonomi neoliberalis,
yang mendahulukan kepentingan modal besar ketimbang
kepentingan rakyat?
Pencatatan saham PowerTel dilakukan 18 September 2008, dengan
PT BNI Securities sebagai penjamin. Timbul pertanyaan: apakah faktor
perkerabatan antara pelaku‐pelaku bisnis itu dengan keluarga Cikeas, ikut
mempermulus hubungan antara PowerTel dengan BNI Securities?
Soalnya, Gatot Mudiantoro Suwondo, yang menjadi Dirut BNI sejak 6
Februari 2008, setelah sebelumnya menjadi direktur bank syariah Bank
Danamon, masih kerabat Ny. Ani Yudhoyono, dari fihak isterinya (McBeth
2007; Tribun Batam, 7 Febr. 2008; www.liputan6.com/ekbis/?id=15450, 6 Febr.
2006).
Ternyata, ada aspek lain di balik perkongsian Dicky Tjokrosaputro
dengan keluarga SBY dan Hatta Rajasa, yakni mencari perlindungan
terhadap tekanan Bank Mandiri. Soalnya, melalui PT Hanson International
Tbk yang bergerak di bidang pertambangan batubara, tiga bersaudara
Benny, Teddy, dan Dicky Tjokrosaputro, masih berhutang Rp 152,5 milyar
kepada Bank Mandiri, yang hanya bagian kecil dari hutang kelompok PT
Suba Indah Tbk sebesar Rp. 1,28 trilyun kepada bank itu. Kata Abdul
Rachman, Direktur Special Asset Management Bank Mandiri, meskipun
salah satu debitur Suba Indah ada yang terkait dengan keluarga Cikeas,
Bank Mandiri tidak akan mundur dalam menagih utang. “Suba Indah
harus dikejar lagi. Utangnya masih besar, masih banyak. Ya tentu kami
masih tagih terus. Kami akan kejar dengan cara apapun”, ujar Abdul
Rachman (Warta Ekonomi, 2‐15 Nov. 2009: 69‐70; www.jakartapress.com, 4
Agustus 2008).
Kembali ke PT Powertel, boleh jadi, tidak ada hubungan bisnis
khusus antara Gatot Mudiantoro Suwondo dengan Hartanto Edhie
Wibowo. Sementara itu, adik bungsu Ny. Ani Yudhoyono itu juga
dipercayai memangku berbagai jabatan penting dalam Partai Demokrat,
sebagai Ketua Departemen BUMN.
Sedangkan putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono yang akrab
dipanggil “Ibas”, dipercaya oleh ayah dan pamannya, Hadi Utomo, Ketua
Umum DPP Partai Demokrat, menjadi Ketua Departemen Kaderisasi DPP
Partai Demokrat. Ibas juga ikut Center for Food, Energy, and Water Studies
(CFEWS), lembaga, yang digagas Heru Lelono, staf khusus Presiden SBY,
yang pernah bikin heboh dengan “Enerji Biru” dan padi Super Toy (Tempo
Interaktif, 3 Nov. 2008).
Ibas juga sudah terjun ke dunia bisnis, khususnya ke produksi kue
kering, dengan menjadi Asisten Direksi PT Gala Pangan, menurut situs
kpu.go.id. Untuk mengetahui riwayat bagaimana ia mulai terjun ke bisnis
itu, bacalah Box I berikut:
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
BOX I: KISAH IBAS DAN BISNIS KUE KERINGNYA
EDHIE Baskoro Yudhoyono baru selesai menempuh pendidikan diplomanya di Curtin
University of Technology, Perth, Western, Australia, 26 Februari 2005, ketika keluarga Cikeas
menggelar rapat keluarga untuk membahas masa depan putra bungsu SBY itu. Materi
pembicaan seputar keinginan Ibas ‐‐ demikian sapaan lajang kelahiran Bandung, 24 November
1980 itu ‐‐ untuk menerapkan dua gelar diploma yang diraihnya selama tujuh tahun, Bachelor of
Commerce Finance dan Electronic Commerce, ke dunia kerja.
Namun, pembicaraan yang berlangsung serius tapi santai itu menemui jalan buntu. Posisi SBY
sebagai presiden membuat mereka kesulitan mencari kata temu untuk menentukan bisnis apa
yang cocok untuk Ibas. SBY dan anak‐istrinya tentu tidakbisa sembarangan melakukan bisnis.
“SBY sangat memahami hal itu,” ujar sumber di lingkungan keluarga Cikeas kepada Indonesia
Monitor, pekan lalu.
Alhasil, obrolan keluarga yang diselingi hidangan singkong goreng, jajanan pasar, dan teh
manis itu pun tidak menghasilkan putusan apapun. Sebagai kepala keluarga, SBY berusaha
membesarkan hati putra kesayangannya itu. “Nggak usah buru‐buru. Insya Allah, nanti pasti
akan ada jalan,” ujar SBY, seperti diungkapkan sumber.
Hingga suatu hari, masih menurut sumber, kegalauan keluarga Cikeas itu sampai ke telinga
seorang konglomerat pemilik usaha food manufacture, salah satu produknya adalah kopi bubuk
kemasan merek terkenal. Selama ini, pengusaha keturunan itu sudah kenal dekat dengan
keluarga Cikeas. “Dia menawarkan diri untuk mendidik Ibas berbisnis,” ungkapnya. Ibas dan
‘suhu bisnisnya’ sepakat memproduksi biskuit dengan merek dagang Bisco di bawah bendera
PT Gala Pangan. Setelah itu, mereka mencari lokasi pabrik. Yang dipilih sebagai basis usahanya
adalah kawasan industri Jababeka 2, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sekitar 35 km arah timur
Jakarta, tepatnya di Jalan Industri IV Blok PP‐3.
Menurut sumber, lokasi PT Gala Pangan berada di bagian belakang kawasan industri Jababeka.
Jalanan masuk ke lokasi dulunya rusak parah. “Namun, setelah tahu di situ dibangun pabrik
milik Ibas, pihak pengelola Jababeka langsung meng‐hotmix jalan menuju kawasan tersebut,”
tuturnya. Tak hanya aspal hotmix. Sesuai kebutuhan, pabrik dengan omzet 1‐2,5 juta dolar AS
itu membutuhkan gas LPG dalam jumlah banyak untuk mengaktifkan pengovenan. Saat itu,
pipa gas LPG belum masuk kawasan itu. “Tak selang lama, pipa gas dibangun masuk ke
kawasan tersebut,” ujarnya.
Kini, PT Gala Pangan sudah berproduksi. Dengan memperkerjakan karyawan sebanyak 150
orang, biskuit produk Gala Pangan dilempar ke pasar ekspor, meliputi pasar‐pasar utama di
Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia Timur, Asia Tenggara, Afrika,
dan Oceania. Ketika Indonesia Monitor berkunjung ke pabrik tersebut, Jumat (12/6) pagi, suasana
masih terlihat sepi. Lokasi PT Gala Pangan cukup mewah dan strategis. Dibanding pabrikpabrik
lain di kawasan tersebut, Gala Pangan tampak istimewa.
Pagarnya bagus, halamannya luas, dan bangunan gedungnya terlihat rapi. Terletak di sebuah
pertigaan Jalan Industri Selatan IV dan Jalan Industri Selatan V, pabrik Gala Pangan terbagi
dalam tiga bagian utama, yakni di bagian depan untuk kantor, bagian sisi kiri dan kanan untuk
produksi dan gudang. Halaman parker cukup luas. Namun, yang paling istimewa adalah saat
pabrik tersebut akan dibangun. “Peletakan batu pertama oleh Pak SBY,” ujar seorang sekuriti
PT Gala Pangan kepada Indonesia Monitor. Dia menuturkan, pabrik kue tersebut memang milik
Ibas. Pada awal‐awal produksi, Ibas sering datang ke pabrik tersebut.
Tapi, menurut dia, akhir‐akhir ini Ibas jarang berkunjung. “Pak Ibas sudah lama tidak ke sini.
Sejak maju sebagai caleg, dia jarang ke sini, mungkin sibuk,” ujarnya. Dalam ingatannya, Ibas
terakhir datang ke pabriknya sekitar lebaran haji tahun lalu. “Itu pun hanya sebentar,”
imbuhnya. Menurut sekuriti yang namanya dirahasiakan, ia tidak tahu mengapa Ibas jarang
berkunjung ke pabrik miliknya. “Sepengetahuan saya, Pak Ibas masih menjadi komisaris di
sini. Sebab dulu sebelum maju jadi caleg, dia sering datang ke sini, sekarang saja yang agak
jarang,” lanjutnya.
Keterlibatan Ibas dalam bisnis biskuit secara implisit dibenarkah oleh Staf Khusus Ibu Negara
Ani Yudhoyono, Nurhayati Ali Assegaf. Awalnya, Wasekjen Partai Demokrat itu tidak mau
mengaku soal bisnis Ibas. “Saya nggak tahu, jujur saya nggak tahu,” ujar Nurhayati kepada
Indonesia Monitor, Kamis (11/6).
Setelah didesak, akhirnya ia mengakui, meski tidak yakin. “Jujur saya nggak tahu kalau Mas
Ibas punya pabrik itu. Saya memang pernah dengar Mas Ibas, kalau nggak salah, berbinis kue
kering. Itu kalau nggak salah ya. Tapi, pastinya saya nggak tahu bisnis apa. Yang saya tahu,
Mas Ibas di politik,” paparnya. Namun, kalau pun benar berbisnis, menurut Nurhayati, tidak
ada salahnya, karena bisnis yang digeluti adalah di sektor swasta dan tidak terlibat kerjasama
dengan perusahaan BUMN maupun BUMD. “Apa salahnya anak presiden berbisnis,”
gugatnya.
Argumen Nurhayati didukung oleh Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie. Menurutnya,
yang dimaksud larangan berbisnis, seperti yang pernah dilontarkan SBY, adalah berbisnis
dengan mengambil dana APBN. “Itu konkretnya. Kalau ada anak pejabat berbisnis, punya
pabrik, punya industri yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah, tidak ada kaitannya
dengan APBN, ya boleh‐boleh saja kan,” ujar Marzuki Alie kepada Indonesia Monitor, Selasa
(9/6).
sumber: Sri Widodo, Moh Anshari
http://www.indonesia‐monitor.com/main/index.php?option=com_content&task=view&id=
2473&Itemid=33
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
YAYASAN‐YAYASAN YANG BERAFILIASI KE NY. ANI
YUDHOYONO:
Bukan hanya SBY, melainkan isterinya, Ny. Ani Yudhoyono, yang
aktif membina beberapa yayasan. Yayasan‐yayasan ini diketuai oleh
beberapa orang isteri Menteri dan pejabat kenegaraan yang lain, yakni
Yayasan Mutu Manikam Nusantara, yang diketuai Ny. Herawati
Wirayuda (isteri Menlu waktu itu); Yayasan Batik Indonesia, yang diketuai
oleh Yultin Ginanjar Kartasasmita (isteri Ketua DPD Ginanjar
Kartasasmita), dan Yayasan Sulam Indonesia, yang diketuai oleh Ny.
Triesna Wacik, isteri Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata,
merangkap Ketua Dewan Pembina Yayasan Puri Cikeas.
Di antara ketiga yayasan itu yang paling kontroversial adalah
Yayasan Mutu Manikam Nusantara. Bukan karena diketuai oleh isteri
Menlu waktu itu, tapi karena jabatan Bendaharanya dipegang oleh
Artalyta Suryani, yang lebih akrab dengan panggilan “Ayin”. Kedekatan
Ayin – yang tertangkap tangan menyogok jaksa Urip Tri Gunawan ‐‐
dengan Ani, mengurangi ketegasan KPK dalam membongkar seluruh
jejaring korupsi di belakang sang ‘markus’ (makelar kasus), khususnya
Syamsul Nursalim, boss Gajah Tunggal, yang terlibat dalam skandal BLBI
yang masih menyisakan kerugian Rp 4,2 trilyun bagi Negara. Ironisnya,
Ny. Ani Yudhoyono ‐lah yang meresmikan Alun‐Alun Indonesia milik
Syamsul Nursalim, tanggal 29 Oktober 2007 (lihat Lampiran 4: Kemilau
Persengkongkolan di Mutu Manikam).
Yayasan kedua yang ikut didukung oleh Ny. Ani Yudhoyono adalah
Yayasan Batik Indonesia yang diketuai oleh Ny. Yultin Ginanjar
Kartasasmita. Dalam berbagai pameran di dalam dan luar negeri yang
(ikut) diselenggarakan oleh yayasan ini, telah menonjol produk
perusahaan baru bermerek Allure. Perusahaan baru itu segera
mengundang perhatian karena dua hal. Pertama, lebih dari selusin gerai
perusahaan itu telah dibuka di Indonesia, Singapura dan Malaysia,
sementara beberapa gerai sedang dirintis di London dan Moskow. Kedua,
batik Allure telah mengangkat menantu SBY yang pernah dinobatkan
menjadi duta batik Indonesia (Annisa Pohan) dan anaknya (Aira
Yudhoyono) sebagai ikon perusahaan itu.
FOTO‐FOTO AIRA YUDHOYONO SEBAGAI IKON ALLURE KIDS &
DALAM GENDONGAN IBUNYA, ANNISA POHAN
(CANTUMKAN)
Adanya potensi konflik kepentingan antara Ny. Ani Yudhoyono
sebagai pembina yayasan itu, dan perusahaan batik baru yang telah
mengorbitkan anak dan cucunya sebagai ikon, belum banyak disorot
orang. Termasuk ketika koleksi batik Ny. Ani Yudhoyono dan Ann
Durham, ibunda Presiden AS, Barack Husein Obama di Alun‐Alun
Indonesia di Grand Indonesia Shopping Town, 17 November yang lalu.
Publik tampaknya juga tidak tahu, bahwa gedung itu milik Gajah Tunggal,
salah satu konglomerat yang belum membereskan hutangnya pada
Negara, dalam kerangka BLBI (lihat Lampiran 5: Allure meluncur di Alur
Yayasan Batik Indonesia).
FOTO‐FOTO ARTHALYTA DAN ANI YUDHOYONO,
ANI YUDHOYONO MERESMIKAN ALUN‐ALUN INDONESIA
& SBY DAN ISTERINYA MENGHADIRI PERNIKAHAN ANAK
SYAMSUL NURSALIM
Yayasan ketiga yang didukung oleh Ny. Ani Yudhoyono adalah
Yayasan Sulam Indonesia, yang diketuai Ny. Triesna Wacik, isteri Menteri
Kebudayaan & Pariwisata, Jero Wacik. Di sini ada juga potensi konflik
kepentingan antara keluarga Jero Wacik dengan yayasan itu, dan antara
keluarga Wacik dengan keluarga Cikeas. Soalnya, salah satu perusahaan
milik Menbudpar yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Puri Cikeas,
PT Puri Ayu yang berkantor di Bali dan Jakarta, bergerak di bidang disain
tekstil. Selain itu, kita juga masih ingat bahwa Jero Wacik adalah Ketua
Dewan Pembina Yayasan Puri Cikeas.
FOTO PASANGAN JERO & TRIESNA WACIK
Para pengusaha yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran
mutu manikam, batik, dan sulaman, dapat ikut menikmati promosi yang
dibayar dari uang rakyat, dengan berlindung di bawah ketiga payung
yayasan yang berafiliasi ke Ny. Ani Yudhoyono ini. Namun yang paling
menimbulkan tanda tanya bagi tokoh‐tokoh masyarakat adalah kedekatan
Artalyta Suryani (“Ayin”) dengan Ani Yudhoyono, berkat posisi Artalyta
sebagai Bendahara Yayasan Mutu Manikam Nusantara. Soalnya, diduga
berkat kedekatan antara Ayin dan Ani, salah seorang taipan besar
pengemplang dana BLBI, yakni Syamsul Nursalim, dapat lolos dari jerat
hukum, seperti di era Gus Dur maupun Megawati Soekarnoputri (lihat
Lampiran 4).
Peranan yayasan‐yayasan yang berafiliasi ke SBY dan Ny. Ani
Yudhoyono dalam memobilisasi dukungan politik dan ekonomi untuk
pemilihan kembali SBY sebagai Presiden untuk kedua dan terakhir
kalinya, membuka jalan bagi berbagai jenis pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh para pendukungnya. Soalnya, duplikasi anggota pengurus
yayasan‐yayasan itu dengan berbagai tim sukses yang tidak secara resmi
terdaftar personalia maupun sumber‐sumber pembiayaannya (lihat
Lampiran 1), melancarkan jalan bagi penyaluran sumbangan bagi
kampanye Pemilu legislatif Partai Demokrat dan Pilpres SBY‐Boediono ,
melampaui batas‐batas yang diperkenankan oleh Pasal 131 dari UU No.
10/2008, yakni Rp satu milyar rupiah untuk perorangan) dan lima milyar
rupiah untuk kelompok, perusahaan dan badan usaha non‐pemerintah.
Maklumlah, pelanggaran terhadap Pasal 131, yang diatur dalam Pasal 276,
diancam pidana penjara antara enam sampai 24 bulan, serta denda antara
satu sampai lima milyar rupiah.
Kecurigaan itu sangat beralasan, apabila keuangan yayasan‐yayasan
itu tidak di‐audit oleh auditor yang independen. Potensi konflik
kepentingan antara keuangan publik yang dikelola oleh pemerintah, dan
keuangan yayasan‐yayasan itu, barangkali paling besar pada Yayasan
Kesetiakawanan dan Kepedulian. Soalnya, tiga orang Menteri dan seorang
pejabat setingkat Menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II merangkap
sebagai anggota Dewan Pembina yayasan itu, yakni Djoko Suyanto,
Purnomo Yusgiantoro, M.S. Hidayat dan Sutanto. Sedangkan Bendahara
yayasan itu dijabat oleh Dessy Natalegawa, adik kandung Menlu Marty
Natalegawa.
Ketiga yayasan yang dibina oleh Ny. Ani Yudhoyono, yakni Yayasan
Mutu Manikam Nusantara, Yayasan Batik Indonesia, dan Yayasan Sulam
Indonesia, juga berpotensi untuk melakukan kegiatan yang tumpang
tindih dengan Departemen‐Departemen atau lembaga‐lembaga yang
dipimpin – atau pernah dipimpin ‐‐ oleh suami‐suami para ketua yayasanyayasan
itu, yaitu Departemen Luar Negeri dalam hal Yayasan Mutu
Manikam Nusantara, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam hal Yayasan
Batik Indonesia, dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dalam hal
Yayasan Sulam Indonesia.
Di samping itu, ketua‐ketua yayasan yang dibina oleh Ny. Ani
Yudhoyono itu adalah anggota Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu
(SIKIB), yang juga dipimpin oleh isteri‐isteri Presiden dan Wakil Presiden.
Duplikasi antara kegiatan yayasan dan instansi‐instansi pemerintah,
juga sangat berpotensi terjadi pada yayasan‐yayasan yang berafiliasi
dengan SBY sendiri, misalnya dengan Departemen Agama, dalam hal
Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam dengan program pengiriman
ulama berumroh ke Arab Saudi, serta dengan berbagai Departemen dan
Pemerintah Daerah, dalam hal Yayasan Puri Cikeas dan Yayasan
Kesetiakawanan dan Kepedulian. Itu sebabnya, auditing terhadap
keuangan yayasan‐yayasan itu menjadi semakin penting.Bukan cuma
duplikasi, malah dualisme pemerintahan, dapat terjadi apabila yayasanyayasan
ini dibiarkan berkembang dengan bebas, seperti yang telah kita
alami di masa kediktatoran Soeharto, dengan seribu satu yayasannya (lihat
Aditjondro 2003, Ismawan 2007: 66‐89).
PELANGGARAN‐PELANGGARAN UU PEMILU OLEH CALEGCALEG
PARTAI DEMOKRASI :
Potensi pelanggaran UU Pemilu karena perangkapan jabatan
sejumlah pejabat Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dengan anggota
kepengurusan yayasan‐yayasan itu, masih dibarengi dengan pelanggaran
hukum yang telah dilakukan oleh sejumlah kader Partai Demokrat.
Pemilu kali ini ditandai wabah pembelian suara yang semakin terangterangan,
dibandingkan dengan pemilu‐pemilu yang lalu. Padahal,
praktek ini jelas‐jelas dilarang oleh UU No. 10/2008 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, DPRD. Pasal 84 melarang semua pelaksana, peserta
dan petugas kampanye “menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta kampanye”.
Sedangkan Pasal 87 melarang pelaksana kampanye “menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
peserta kampanye secara langsung atau tidak langsung agar memilih
Partai Politik tertentu; memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota tertentu; atau memilih calon anggota DPD tertentu”.
Sanksinya, penjara antara enam sampai 24 bulan serta denda antara Rp.
6.000.000 dan Rp. 24.000.000, menurut Pasal 270 dan 274.
Padahal praktek pembelian suara yang dilakukan oleh caleg‐caleg
Demokrat di berbagai wilayah, merupakan salah satu faktor kemenangan
Partai Demokrat yang begitu fantastis, yakni melonjak nyaris tiga kali lipat
dari 7% menjadi 20% lebih.
Ambillah sebagai contoh di Sumatera Utara. Waktu kampanye
pemilu lalu, Marlan Nainggolan, caleg PDP di Tapanuli Utara (Taput)
membagi‐bagi kerbau dan babi ke pemilih, Sihar Sitorus, anak DL Sitorus,
pengusaha pembalakan hutan, yang menjadi caleg PPRN, menyumbang
Rp 3 juta ke gereja HKBP dekat bandara Silangit. Sedangkan Fernando
Sihombing, caleg Golkar membagi sekarung pupuk kepada setiap pemilih.
Namun itu semua belum apa‐apa dibandingkan dengan
“sumbangan” Jhonny Allen Marbun, caleg Demokrat yang terlibat kasus
suap Rp 1 milyar untuk proyek Dephub (Tempo, 5 April 2009). Ia berulang
kali mengumpulkan petani di Humbang Hasundutan (Humbahas), Taput,
dan Samosir, dan membagi‐bagi puluhan ton bibit jagung kepada mereka.
Januari lalu, di Dolok Sanggul, ibukota Humbahas, ia menyerahkan 500
baju batik buat para kepala desa, 21 unit komputer untuk sekolah, dan Rp
200 juta untuk perbaikan gereja dan mesjid.
Sebelumnya, 4 Januari 2009, dalam upacara di tanah lapang
Pangururan, Samosir, yang dihadiri Hadi Utomo, Ketua Umum DPP Partai
Demokrat yang ipar SBY, selain membagi‐bagi bibit jagung kepada petani,
Jhonny Allen menyerahkan Rp 300 juta untuk perbaikan gereja dan mesjid
serta 20 unit komputer untuk sekolah. Berbagai “sumbangan” itu ikut
mendorong Jhonny Allen memenangkan tiket Demokrat ke Senayan,
untuk kedua kalinya, dengan memperoleh 91.763 suara.
Pelanggaran terhadap Pasal 84 dan 87 UU No. 10/2008, tidak cuma
terjadi di Sumatera Utara, tapi juga di basis‐basis kemenangan Partai
Demokrat yang lain, yang sempat penulis amati, seperti di Kabupaten
Poso, Sulawesi Tengah, dan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Di
Poso, Amsal Hasyim, seorang caleg dari Partai Demokrat, menjanjikan
pembagian pesawat televisi dan traktor tangan buat mereka yang mau
memilih partai berwarna biru itu. Janji itu, baru direalisasikan akhir
November lalu, dan diterima dengan suka cita. Rupanya rakyat di bekas
daerah konflik itu tidak menyadari bahwa janji yang diobral kader Partai
Demokrat itu, melanggar Pasal 87 UU No. 10/2008 itu.
Walhasil, Amsal Hasyim, kontraktor yang disuruh oleh Piet
Inkiriwang, purnawirawan polisi yang Bupati merangkap ketua DPC
Partai Demokrat Kabupaten Poso, untuk mengetuai PAC Partai Demokrat
Kecamatan Pamona Utara di Tentena, berhasil menjadi anggota DPRD
Kabupaten Poso dari Partai Demokrat.
Di Jawa Tengah, terjadi juga banyak kasus pembelian suara (vote
buying) atau ‘politik uang’ (money politics), yang melibatkan caleg Partai
Demokrat maupun partai lain, namun hanya sedikit yang ditangani oleh
Panwalu dan disidangkan. Yang ditangani oleh Panwaslu misalnya adalah
laporan dari YSA Widayana, warga Karang, Plumbon, Mojolaban di
Kabupaten Sukoharjo. Ia melaporkan tindakan Bambang yang meminta
warga untuk memilih Partai Demokrat (Seputar Indonesia, 11 April 2009).
Lebih menghebohkan lagi adalah kasus pelanggaran Pemilu 2009
yang mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Bantul, hari Jumat, 8 Mei
2009. Kedua terdakwa dalam kasus itu adalah Sri Yuli Waryati, caleg
untuk DPRD Bantul dari Dapil 2 dan Siti Shoimah, caleg DPRD DIJ dari
daerah pemilihan Kabupaten Bantul. JPU Widagdo M. Petrus menuntut
kurungan tiga hingga 12 bulan penjara dengan denda Rp 10 juta, subsider
enam bulan kurungan, hanya karena kedua terdakwa menggelar pasar
murah di Dusun Mangir Lor, Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul, DIY
(Radar Jogja, 9 Mei 2009).
Ceritanya begini. Pada saat bazar murah digelar, Minggu, 29 Maret,
Sri Yuli Waryati membagi kupon pembelian sembako, yang hanya
diberikan kepada warga yang telah mengisi formulir dan menjadi anggota
Partai Demokrat. Hari Minggu berikut, 5 April, Sri Yuli Waryati
memperkenalkan Shoimah kepada masyarakat di Lapangan Mangir Loro,
dengan membagi‐bagi uang sebesar Rp 5 ribu seorang dan selembar kaos
oblong (idem).
Semua itu belum apa‐apa, dibandingkan dengan pembelian suara
yang dilakukan oleh putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (EBY),
alias Ibas, di kampung halaman ayahnya di Pacitan, Jawa Timur, April
lalu. Menurut laporan dua orang saksi, tim kampanye EBY membagi‐bagi
amplop berisi uang Rp 10 ribu disertai foto EBY ke calon‐calon pemilih di
Desa Clembem, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, 3 April lalu.
Namun setelah kasus ini terungkap di berbagai media lokal dan
media online, bukan Bawaslu dan Panwaslu yang bergerak, melainkan
Polri, sedangkan para pimpinan media yang bersangkutan mendapatkan
teguran keras dari jurubicara kepresidenan, Dino Patti Djalal. Kedua saksi
–M. Naziri dan Bambang Krisminarso – serta pimpinan situs
JakartaGlobe.com dan Okezone.com, dan wartawan Harian Bangsa diperiksa
oleh polisi, dengan tuduhan pencemaran nama baik EBY juncto
pelanggaran pasal 45 ayat 1 UU No. 11/2008 tentang Teknologi Informasi
juncto pasal 55 KUHP.
Akhirulkalam, Kapolda Jatim Irjen (Pol) Anton Bachrul Alam
membantah bahwa EBY telah melakukan money politics, malah sebaliknya
menuduh para saksi dan pekerja media melakukan pencemaran nama baik
putra presiden, yang juga berarti, penistaan terhadap presiden (Antara
News, 8 April 2009).
Walaupun semua tertuduh akhirnya dibebaskan, EBY pun
dibebaskan dari tuduhan pelanggaran Pasal 84 UU No. 10/2008, dan
berhasil mengalahkan para caleg lain, termasuk Ramadhan Pohon,
pesaingnya yang separtai, mendapatkan tiket ke Senayan. Padahal, seperti
kesaksian salah seorang pimpinan media yang diperkarakan, pembagian
amplop berisi uang dan foto EBY itu betul‐betul terjadi.
Ada lagi pelanggaran pasal dalam UU No. 10/2008, yang telah
menghasilkan banyak suara pemilih buat Partai Demokrat, malah
kemenangan yang hampir mutlak di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Dalam Pemilu lalu mantan kombatan yang beralih menjadi anggota Partai
Aceh (PA) bebas “menuntun” pemilih yang tua dan butahuruf
mencontreng caleg dan logo PA dan Demokrat, terutama di bekas basis
GAM, tanpa dihalangi aparat keamanan. Makanya, di sebuah kecamatan
di Kabupaten Pidie, Demokrat mendapatkan 100% suara untuk DPR‐RI
dan PA 100% suara untuk DPRA dan DPRK. Hasilnya, perolehan suara
teratas di Aceh direbut oleh PA, disusul oleh Demokrat, Golkar, dan PKS.
Sedangkan partai lokal lain, hanya memperoleh beberapa kursi di DPRA
dan DPRK‐DPRK.
Makanya, perlu dipertanyakan, apakah “bantuan” yang diberikan
oleh para kader PA untuk menuntun para pemilih yang tua dan buta
huruf, untuk secara khusus mencontreng logo dua partai saja, satu untuk
duduk di DPR‐RI dan satunya lagi untuk duduk di DPR Aceh dan DPR
Kabupaten, tidak bertentangan dengan Pasal 156 UU No. 10/2008, ayat 1
dan 2 yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1): Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai
halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu
oleh orang lain atas permintaan pemilih.
Ayat 2: Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan
pilihan pemilih.
Memang, kebanyakan pemilih yang tua dan buta huruf, belum tentu
menderita halangan fisik yang digambarkan dalam Pasal 156 ini. Namun
inti pasal ini adalah bahwa semua orang harus mendapatkan kesempatan
yang sama untuk memilih calon yang diharapkannya dapat membawakan
aspirasinya. Nah, apakah dengan menggiring secara halus satu bagian
yang cukup besar untuk memilih satu partai nasional, yang belum
dikenalnya, jiwa pasal ini terpenuhi? Atau justru dilanggar?
Melihat banyaknya pelanggaran UU Pemilu yang telah terjadi selama
Pemilu legislatif dan Pilpres lalu, mulai dari besarnya biaya kampanye
yang dikelola oleh tim‐tim siluman yang tidak terdaftar personalia
maupun anggarannya, pembelian suara lewat pembagian uang dan barang
kepada pemilih, termasuk yang dilakukan oleh Edhi Baskoro Yudhoyono,
bantuan negara asing seperti melalui IFES (International Foundation for
Electoral Systems), ornop AS yang dibantu oleh USAID, yang dilibatkan
oleh KPU dalam proses penghitungan suara, serta penggiringan suara
sebagian besar pemilih di Aceh, maka legalitas hasil Pemilu yang lalu patut
dipertanyakan.
Walaupun partai‐partai lain ikut menjalankan berbagai pelanggaran
UU Pemilu itu, namun Partai Demokrat, yang merupakan kendaraan
politik incumbent president, tidak menunjukkan teladan dalam mematuhi
UU Pemilu. Hanya saja, kenetralan KPU dan Bawaslu yang patut
dipertanyakan, serta pembelokan perhatian publik akibat peledakan bom
di dua hotel di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, 17 Juli lalu, membuat
semua kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu belum sempat disorot
secara mendalam.
KESIMPULAN
Uraian dalam buku ini mudah‐mudahan tidak hanya menjawab
rahasia di balik skandal Bank Century, melainkan lebih luas lagi, yakni
menjawab rahasia di balik kemenangan yang begitu fantastis dari Partai
Demokrat, yang naik tiga kali lipat dalam satu periode pemerintahan, dari
sekitara 7 % menjadi sekitar 20%.
Penggalangan dana yang luar biasa, serta besarnya pembelian suara
(vote buying) sesungguhnya memainkan peranan yang besar dalam
melonjaknya angka pemilih Partai Demokrat dan calon presidennya, dan
bukan hanya kehebatan kharisma SBY dan kesuksesan periode
kepresidenannya yang lalu, yang dikemas dengan hebat oleh Fox
Indonesia dalam iklan‐iklan televisinya.
Resistensi Partai Demokrat terhadap penggunaan hak angket DPR
untuk mengungkapkan skandal Bank Century, walaupun akhirnya ikut
mendukung prakarsa sebagian anggota DPR, bahkan tanpa malu‐malu
menunjukkan keinginan menjadi Ketua Panitia Khusus hak angket itu,
menjadi indikasi betapa besarnya keinginan petinggi‐petinggi partai itu
untuk menutupi hal‐hal yang mencurigakan dalam pemberian dana
talangan yang jauh melebihi yang sudah disepakati oleh parlemen.
Walaupun belakangan ini ada gerakan dari sejumlah individu Partai
Demokrat untuk menangkis tuduhan bahwa mereka menerima dana
puluhan, bahkan ratusan milyar rupiah dari Bank Century, toh masih ada
tanda tanya, ke mana larinya lima trilyun rupiah yang lenyap ke tangan
“fihak ketiga” dalam hanya kurang dari setahun (Juni 2008 – Juni 2009).
Sorotan terhadap beberapa beberapa nasabah terbesar Bank Century,
khususnya Hartati Murdaya dan Boedi Sampoerna, sangat wajar,
mengingat besarnya bantuan kedua kelompok bisnis yang mereka pimpin
bagi kampanye Partai Demokrat dan calon presidennya, yang dimulai oleh
Hartati Murdaya menjelang Pemilu 2004 dan semakin meningkat
menjelang Pemilu 2009.
Sedangkan dari kelompok Sampoerna, investigasi kami menemukan
dukungan dana sebesar Rp 90 milyar kepada kelompok media Jurnal
Nasional yang dekat dengan Partai Demokrat dan SBY sejak 2006, di saat
injeksi dana ke kelompok Jurnas mulai digantikan oleh pengusahapengusaha
yang dekat dengan keluarga Cikeas, di bawah pimpinan Gatot
Mudiantoro Suwondo, yang kebetulan juga Direktur Utama BNI.
Kebutuhan akan dana kampanye yang semakin meningkat, yang
terdongkrak oleh besarnya biaya “pencitraan” SBY melalui media, serta
meluasnya jangkauan “kedermawanan” yayasan‐yayasan yang berafiliasi
ke SBY dan Ny. Ani Yudhoyono, membuat keluarga Cikeas semakin
tergantung pada sejumlah pengusaha kelas kakap yang berasal dari era
Soeharto, seperti Syamsul Nursalim, Hartati Murdaya, dan kelompok
Sampoerna, maupun yang muncul di era SBY, seperti PT Powertel dan
Batik Allure.
Kebutuhan akan dana kampanye yang begitu besar, dibarengi
dengan ambisi sebagian anggota Dinasti Sarwo Edhie Wibowo untuk
memperkaya diri mereka, menimbulkan kerentanan keluarga Cikeas
terhadap pengusaha‐pengusaha dan makelar‐makelar kasus yang
berusaha menempel ke keluarga itu, seperti Syamsul Nursalim, salah
seorang pengemplang dana BLBI, yang sudah berhasil mengelabui tiga
presiden berturut‐turut, berkat kedekatan Arthalyta Suryani, yang juga
dikenal sebagai “Ayin”, dengan Ani Yudhoyono, dalam kedudukannya
sebagai Bendahara Yayasan Mutu Manikam Nusantara yang diketuai oleh
isteri mantan Menlu Hasan Wirayuda.
Berbicara lebih lanjut tentang yayasan‐yayasan yang dibina oleh SBY
dan Ny. Ani Yudhoyono, kita bisa lihat bahwa kepengurusan yayasanyayasan
itu bukan orang‐orang yang punya latar belakang dalam
kedermawanan (filantropi), melainkan terdiri dari sejumlah menteri,
mantan menteri, purnawirawan perwira tinggi yang kebanyakan seangkatan
dengan SBY, sejumlah pengusaha, dan anggota keluarga besar
SBY‐Ani Yudhoyono yang juga sudah terjun ke bidang usaha, yakni
Hartanto Edhie Wibowo dan Edhie Baskoro Yudhoyono.
Hartanto, adik bungsu Ny. Ani Yudhoyono, telah terjun ke bisnis
serat optik di PT Powertel, bersama adik Menko Perekonomian M. Hatta
Rajasa, dan pada awalnya difasilitasi proyek‐proyeknya oleh Hatta Rajasa,
selagi yang bersangkutan masih menjabat sebagai Menteri Perhubungan.
Sedangkan Edhie Baskoro Yudhoyono, anak bungsu SBY dan Ny. Ani
Yudhoyono, baru mulai terjun dalam bisnis kue kering, dibantu oleh
seorang pengusaha swasta yang sudah berlangganan di bidang itu.
Dengan demikian, mantan jenderal yang mulai 20 Oktober lalu
mengendalikan kendali republik ini, perlu bekerja keras untuk
menciptakan pemerintahan bersih di negeri kita. Guna mengakhiri tradisi
politik buruk yang dirintis mendiang Jenderal Soeharto, SBY perlu
bersikap lebih tegas terhadap keluarga besarnya sendiri, agar tidak ada
anak, ipar, kerabat atau sahabat yang mengambil jalan pintas
mengembangkan bisnis mereka dengan mendekati bankir‐bankir
pemerintah serta birokrat‐birokrat papan atas, untuk mendapatkan orderorder
kelas kakap.
Tambahan lagi, SBY juga perlu mendorong kerabat dan sahabatnya
untuk menolak pemberian kemudahan dalam penyediaan jasa jalan,
listrik, dan bahan bakar bersubsidi, buat pengembangan pabrik yang baru
berdiri kemarin sore.
Sikap tegas terhadap keluarga dan sahabat merupakan dasar moral
untuk mengambil sikap tegas terhadap semua pejabat yang melakukan
komersialisasi jabatan, sebagaimana teladan Presiden Korea Selatan, Kim
Young San, yang menjebloskan kedua pendahulunya – Chun Doo‐Hwan
dan Roh Tae‐Woo – ke penjara, karena korupsi dan pembantaian aktivis
pro‐demokrasi. Walaupun kemudian kedua jenderal itu diberinya grasi
dari vonis hukuman mati dan hukuman penjara 22,5 tahun, Presiden
Korsel itu juga menyerahkan anaknya, Kim Hyon Chul, untuk diadili,
karena sang anak menerima sogokan dari maskapai Hanbo Steel, konon
untuk menggalang dana bagi kampanye ayahnya (Alkostar 2008: 176‐80;
Washington Post, 25 Januari 2007; New York Times, 18 Mei 1997).
Selanjutnya, untuk mengakhiri tradisi yang dirintis oleh Soeharto,
sebaiknya yayasan‐yayasan yang menggunakan nama SBY maupun nama
kediaman pribadinya, berhenti memanfaatkan figur‐figur pemerintah
dalam struktur organisasinya.
Rakyat yang cerdas juga tidak akan menuntut Kepala Negara
memberi makan ribuan orang miskin di Istana Negara atau kediaman
pribadinya, sebab Presiden bukanlah Raja yang kaya raya, dan memberi
makan fakir miskin bukan tugas Presiden dan keluarganya, melainkan
merupakan tugas sejumlah lembaga resmi, sesuai dengan ketentuan Pasal
34 Undang‐Undang Dasar 1945.
Yayasan‐yayasan yang ada kaitan dengan SBY, Ny. Ani Yudhoyono,
serta kerabat dan sahabatnya, sebaiknya diaudit oleh auditor publik yang
independen, dan hasilnya dilaporkan ke parlemen, serta terbuka bagi
media dan internet. Bukan diaudit oleh auditor langganan para bankir
yang juga duduk dalam pengurus yayasan‐yayasan itu.
Tujuan semua langkah itu supaya yayasan‐yayasan sosial yang
dekat dengan oknum‐oknum penguasa jangan lagi menjadi pembuka jalan
bagi korporasi‐korporasi raksasa untuk mendapat perhatian khusus dari
pemerintah, seperti tradisi Orde Baru (lihat Radjab 1999: 47‐8; Aditjondro
2003; Aditjondro 2006; Ismawan 2007; Zen & Kristianto 2007).
Dibarengi pembenahan ke dalam lingkaran kerabat dan sahabat SBY
ini, pemerintahan mendatang, didukung oleh parlemen dan lembaga
peradilan, selayaknya menjalankan transparansi dalam hal melaporkan
kekayaan dan jaringan bisnis mereka kepada rakyat Indonesia. Tujuannya
supaya rakyat dapat mengontrol pejabat yang mereka pilih dan
percayakan nasib bangsa ini lima tahun ke depan.
Jelasnya, transparansi kekayaan pejabat bertujuan supaya semua
keputusan ekonomi dan politik yang diambil, betul‐betul demi
kemaslahatan rakyat banyak, terutama mereka yang paling dipinggirkan.
Bukan demi ekspansi perusahaan milik kerabat dan sahabat, dengan dalih,
menciptakan lapangan kerja.
REFERENSI :
Aditjondro, George Junus (2003). Dari Soeharto ke Habibie: Guru Kencing
Berdiri, Murid Kencing Berlari: Kedua Puncak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Rezim Orde Baru. Jakarta: MIK (Masyarakat Indonesia untuk Kemanusiaan)
& Pijar Indonesia.
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐2006). Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga:
Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa. Yogyakarta: LKiS.
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐(2007). ‘Dialektika antara Agency dan Struktur dalam
Penelaahan Korupsi di Indonesia: Membangun Gerakan Anti Korupsi yang
Lebih Merakyat.” Renai, No. 2, Salatiga: PERCIK, hal. 8‐23.
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ (2009). “Menyambut Era SBY Kedua Yang (Mudah‐mudahan)
Lebih Bersih dari Era SBY Pertama,” Scientiae Polites, Vol. 28, hal. 1‐10.
Alkostar, Artidjo (2008). Korupsi Politik di Negara Modern. Yogyakarta: FH
UII Press.
Angkasa Pura II (2007). Laporan Tahunan 2007/ 2007 Annual Report: Together
We Build A Better Future. Jakarta: PT Angkasa Pura II.
Ardi, Yosef & Rahmon Amri (penyunting) (2008). JSX Watch 2008‐2009.
Jakarta: Pustaka Bisnis Indonesia.
Bank Bukopin (2002). Laporan Tahunan 2002. Jakarta: Bank Bukopin.
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ (2006). Bank Bukopin Tbk Company Report : December 2006 As
of 28 December 2006. Jakarta: Bank Bukopin.
Ismawan, Indra (2007). Harta dan Yayasan Soeharto: Kontroversi tentang
Kekayaan dan Dugaan Korupsi Soeharto. Jakarta: PT Buku Kita.
Masayok (2008), Husein Al Habsy Minta KPK Selidiki Majelis Dzikir SBY,
posted on the internet on August 25.
McBeth, John (2007). “All the President’s Men.” The Straits Times News. 2
Agustus.
Nikmah, Siti Khoirun & Valentina Sri Wijiyati (2008). My Dear Train, My
Poor Train: Railway Efficiency Project (Proyek Efisiensi Perkeretapian). Working
Paper No. 1. Jakarta: INFID (International NGO Forum on Indonesian
Development).
PDBI (1997). Conglomeration Indonesia. Vol. 3. Jakarta: Pusat Data Business
Indonesia (PDBI).
Radjab, Suryadi A. (1999). Praktik Culas Bisnis Gaya Orde Baru. Jakarta:
Grasindo.
Rusly, Haris (2009). “Ini Boedi, Itu Century.” Terawang, No. 1, November,
hal. 46‐48.
Zen, Patra M. & Agustinus Edy Kristianto (2007). Menyusup Dalam Gelap:
Wajah Hitam Kejayaan Salim Group. Jakarta: Yayasan LBH Indonesia.