S E L A M A T D A T A N G

SILAHKAN BERGABUNG

Kamis, 21 Januari 2010

Birrul Walidain


Kata Pengantar
Hanya untaian kalimat puji dan syukur yang dapat kami panjatkan kepada Allah SWT tanpa henti. Sebab hanya karena Ma’unah dan Inayahnya saja makalah ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya menuju kesempurnaan ahlaq.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Dirosah Qur an serta sebagai wahana belajar membuat karya ilmiyah.
Tiada gading yang tak retak, demikian juga makalah ini, kami yakin masih banyak kekurangannya. Untuk itu segala saran, kritik dan pembetulan dari pembaca akan kami terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini.
Bagaimanapun kecilnya makalah ini, penulis mengharap dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Amin ya Mujibassailin

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Dari segi umum penulis merasa prihatin terhadap realita yang ada sekarang. Di era globalisasi ini dimana batas-batas agama dan budaya sudah semakin kabur antara yang halal dan yang haram tercampur baur. Muncullah gaya hidup permissip (sikap pembiaran segala hal). Termasuk kewajiban anak untuk berbakti terhadap orang tua, sedikit banyak sudah diabaikan oleh generasi muda kita.
2. Dari segi khusus pengambilan judul ini adalah wujud penyesalan penulis yang teramat dala karena belum sempat membalas budi kepada orang tua. Allah SWT telah memanggil Ayahanda berpualng kesisinya untuk selamanya. Dari sini penulis berharap generasi muda kita sedini mungkin menyadari dan memperhatikan kewajiban berbakti pada orang tua sebelum semuanya terlambat karena hidup mati manusia adalah rahasia Ilahi Robbi.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dipahami tentang kajian birrul walidain sangatlah penting untuk dibahas maka penulis merumuskannya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hukum birrul walidain?
2. Seperti apakah pengorbanan dan jerih payah orang tua merawat, mendidik dan membesarkan anak?
3. Apa kewajiban anak terhadap orang tua?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Dengan ditulisnya makalah ini, penulis bermaksud memberikan penjelasan tentang bagaimana jerih payah orang tua dalam merawat anak, betapa besar beban tanggung jawab yang harus dipikul orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak.
Dan bagaimana kewajiban anak dalam berbakti kepada orang tua yang diajarkan oleh Al-Qur an.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Birr dan Ihsan.
1. Pengertian al-birr
Al-birr artinya kebaikan berdasar sabda Nabi SAW: البرحسن الخلق
Artinya:
Al-birr adalah baiknya akhlaq.
Al-birr adalah mentaati kedua orang tua didalam semua yang mereka perintahkan kepada anak selama hal itu bukan perkara yang bathil, maka walaupun apa yang mereka perintahkan itu perkara yang mubah maka wajib hukumnya mengerjakan perintah tersebut. Selain mentaati perintahnya juga kewajiban untuk memuliakan kedua orang tua dengan ucapan dan perbuatan yang baik.
Allah SWT berfirman dalam surat maryam ayat 14 dan 23 :
Artinya:
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka”.
وبرابوالدتى ولم يجعلنى جباراشقيا
Artinya:
“Dan aku (Isa) berbakti kepada ibuku dan dia (Allah) tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka”.
Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa berbuat baik kepada orang tua (برالوالدين) telah diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
2. Pengertian Ihsan
Didalam memerintahkan hambanya untuk berbakti kepada orang tua Allah tidak menggunakan kata Al-birr tetapi lebih banyak menggunakan kata ihsan sebagaimana firman Allah dalam surat An-nisa’ ayat 36:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”
Ar-Raghib Al-Asfahani pakar kosakata Al-Qur an merumuskan bahwa kata Ihsan digunakan untuk dua hal.
1. Memberi nikmat pada pihak lain
2. Perbuatn baik.
Artinya kata ihsan itu digunakan untuk menggambarkan apa yang menggembirakan manusia akibat perolehan nikmat menyangkut jiwa, jasmani dan keadaannya.
Karena itu ihsan lebih luas dari sekedar “memberi nikmat atau nafkah” maknanya bahkan lebih tinggi dari kandungan makna “adil”. Karena adil adalah memperlakukan orang lain sama dengan perlakuan kita kepada diri kita. Sedangkan ihsan adalah memperlakukan orang lain lebih baik dari memperlakukan kita terhadap diri kita. Adil adalah mengambil semua hak kita dan atau memberi semua hak orang lain sedangkan ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang seharusnya kita ambil.
B. Gambaran Al-Qur an tentang jerih payah orang tua dalam membesarkan anak.
Allah SWT berfirman dalam surat luqman ayat 14:
Artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Dan Allah juga berfirman dalam surat Al-Ahqof ayat 15:
Artinya:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.
Dalam dua ayat di atas Allah mewasiatkan kepada manusia. Wasiat kalau datang dari Allah sifatnya adalah perintah. Tegasnya ialah Allah memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memulyakan kedua ibu bapaknya sebab dengan melalui ibu bapaknya itulah manusia dilahirkan ke bumi. Sebab itu sudah sewajarnya jika keduanya dihormati.
Kemudian Allah menggambarkan bagaimana keadaan ibu ketika mengandung selama di dalam perut ibu sembilan bulan anak menghisap darahnya. Saat itu ibu sulit berdiri dan berat untuk berjalan. Bahkan berbaringpun sakit, tiga bulan pertama ibu meerasakan mual dan muntah karena ada jabang bayi di dalam perutnya, mulai usia kandungan empat bulan perut ibu akan tampak semakin membesar karena bayi yang ada dalam rahimnya semakin membesar, dan seringkali ibu merasakan kesakitan karena bayi yang ada dalam kandungannya bergerak sesuka hati.
Ketika sang bayi akan terlahir kedunia ibu meragang nyawa antara hidup dan mati, meskipun bersimbah darah dan sakit tiada tersiksa, tapi ibu tetap rela demi kehadiran sang anak. Setelah lahir satu persatu jari sang bayi dihitung dan dibelai di tengah sara sakit ibu tiba-tiba tersenyum denngan lelehan air mata bahagia melihat anak terlahir dan saat itu ibunya menyangka bahwa anak itu anak yang sholeh yang akan memuliakannya.3
Pada waktu kita bayi, kita tidak kenal siang dan malam, tidur dan bangun sesuka hati. Padahal ibu kita hampir-hampir tidak tidur semalam suntuk untuk menjaga kita. Rasanya beliau tidak rela bila ada satu ekor nyamukpun menggigit kita.
Kemudian menyapihnya dari persusuan sesudah ia dilahirkan dalam jangka waktu dua tahun atau tiga puluh bulan sebagimana firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 233:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”.
Selama masa itu ibu mengalami berbagai masa kerepotan dan kesulitan dalam rangka mengurus keperluan bayinya. Selama masa itu bayi rentan terkena penyakit. Ibu mengalami kebingungan karena si anak belum bisa berbicara untuk memberi tahu di bagian mana yang ia rasakan sakit, si anak hanya bisa menangis dan terus menangis hal itu menyebabkan kepanikan ibunya makin bertambah dalam hal ini tiada yang dapat menghargai pengorbanan sang ibu selain hanya yang maha mengetahui keadaan ibu yaitu tuhan yang tiada sesuatupun yang samar baginya baik di langit maupun di bumi.
Dalam surat lukman ayat 14 dan surat al-ahqaaf ayat 15 tidak disebutkan jasa bapak tetapi menekankan pada jasa ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu. Berbeda dengan bapak, anak cenderung takut dan menurut pada bapak. Di sisi lain peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan di banding dengan peranan ibu.
Oleh karena itu Rasulullah SAW ketika ditanya tentang siapa yang paling berhak dihormati maka beliau menjawab. Ibumu. Kemudian ibumu kemudian Ibumu. Sesuadah itu rasulullah baru mengatakan Bapakmu.
Setelah anak berusia lima tahun orang tuanya mengirimkan keseekolah dan menafkahinya dengan haraan si anak bisa menjadi lebih maju dari teman-temannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama. Dan supaya anak tersebut menjadi anak yang sholeh kelak setelah ia dewasa.
C. Tuntunan Al-Qur an tentang tata cara berbakti kepada orang tua.
Setelah al-Qur an menjelaskan bagaimana jerih payah orang tua dalam membesarkan anak dan menjelaskan alasan kenapa orang tua harus dihormati.
Al-Qur an mengajarkan bagaimana cara berbakti kepada orang tua, Allah berfirman dalam surat Al-Isro’ ayat 23-24 dan 25:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”. (Q.S Al-Isro’: 23)
Pada ayat ini jelas sekali bahwasannya berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban kedua setelah beribadah kepada Allah. Artinya jika usia salah satu atau keduanya meningkat tua, sehingga tidak kuasa lagi hidup sendiri, sudah sangat bergantung kepada belas kasihan putranya. Hendaklah si anak sabar dan lapang hati memelihara orang tuanya. Kadang-kadang bertambah tua usia seseorang ia bertambah seperti anak kecil, cerewet, minta yang aneh-aneh, apa yang di kerjakan si anak selalu disalahkan. Minta dibujuk dan dikasihani anaknya. Mungkin ada bawaan orang yang telah tua itu membosankan anak. Maka jangan sampai keluar dari mulut si anak satu kalimatpun yang mengandung rasa bosan atau jengkel dalam memelihara orang tua.
Mujtahid menafsirkan ayat ini bahwasannya jika salah satu atau kedua telah buang air besar atau buang air kecil di mana-mana sebagaimana yang kita lakukan di waktu kecil. Maka janganlah mengeluarkan kata-kata yang mengandung keluhan sedikitpun. Jadi alamat jengkel dan kecewa yang betapa kecilpun wajib dihindari.
Setelah mengatakan ah dan sejenisnya, Al-Qur an melarang membentak mereka. Begitu pula hal-hal yang semakna dengan membentak seperti menghardik dan membelalaki mata.
Bagaimana persaan orang tua jika anak yang diasuh dan dibesarkannya bertahun-tahun agar menjadi anak yang berbakti, tetapi setelah besar dan orang tuanya menjadi renta. Ia bentak-bentak, kemana ia akan pergi sedangkan semua tenaga dan waktu mudanya hanya dicurahkan buat anaknya.
Ayat ini menuntut agar apa yang disampaikan kepada orang tua bukan saja yang benar dan tepat, bukan saja yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam suatu masyarakat, tetapi harus yang terbaik dan termulia. Dan kalaupun seandainya orang tua melakukan suatu kesalahan itu harus dianggap tidak ada atau dimaafkan dalam arti dianggap tidak pernah ada dan terhapus dengan sendirinya. Karena tidak ada orang tua yang bermaksud buruk terhadap anaknya.
Pada ayat selanjutnya Allah berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al-Isro’: 24)
Ayat ini masih lanjutan berbakti kepada ibu bapak. Tuntutan kali ini melebihi dalam peringkatnya dituntutan yang lalu.
Ayat ini memerintahkan anak untuk merendahkan diri terhadap orang tua didorong oleh rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan karena takut atau malu dicela orang bila tidak menghormatinya.
Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk mendoakan orang tua, doa kepada ibu bapak disini menggunakan alasan كماربيانى صغيرا para ulama memahami do’a tersebut dalam arti “disebabkan karena mereka telah mendidiku waktu kecil” bukan diartikan “sebagaimana mereka telah mendidiku diwaktu kecil”. Jika kita berkata “disebabkan karena” maka limpahan rahmat yang kita mohonkan itu kita serahkan kepada kemurahan Allah SWT dan ini dapat melimpah jauh lebih banyak dan besar daripada apa yang mereka limpahkan kepada kita!
Adalah sangat wajar dan terpuji jika kita bermohon agar keduanya memperoleperoleh lebih banyak dari yang kita peroleh serta membalas budi melebihi budi mereka.
Ayat 23 dan 24 + 25 memberi tuntutan kepada anak dengan menyebut tahap demi tahap secara berjenjang keatas. Dimulai dengan “janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” yakni jangan menampakkan kejemuan dan kejengkelan serta ketidak sopanan kepadanya.
Lalu disusul dengan tuntunan mengucapkan kata-kata yang mulia ini lebih tinggi tingkatanya dari tuntutan pertama. Karena ia mengandung pesan menampakkan penghormatan dan penggunaan melalui ucapan-ucapan. Selanjutnya meningkat lagi dengan perintah untuk berprilaku yang menggambarkan kasih sayang sekaligus kerendahan dihadapan kedua orang tua itu. Perilaku yang lahir dari rasa kasih sayang yang menjadikan mata sang anak tidak lepas dari orang tuanya. Yakni selalu memperhatikan dan memenuhi keinginan mereka berdua. Akhirnya sang anak dituntun untuk mendo’akan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka. Lebih-lebih waktu sang anak masih kecil dan tidak berdaya. Kini kalau orang tuapun telah mencapai usia lanjut dan tidak berdaya. Maka sang anakpun suatu ketika akan mengalami ketidak berdayaan yang lebih besar dari yang sedang dialami orang tuanya.
Pada ayat selanjutnya Allah berfirman:
“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”.
Ayat ini menegaskan pada ayat-ayat sebelumnya bahwa: Tuhan kamu lebih mengetahui segala apa yang ada dalam hati kamu termasuk sikap dan upaya kamu menghormati orang tua kamu. Allah akan mempertimbangkan dan memperhitungkannya jika kamu orang-orang shaleh. Yakni selalu berusaha patuh dan hormat kepada mereka dan hati kamu memang benar-benar hormat dan tulus. Maka jika sesekali kamu terlanjur sehingga berbuat kesalahan atau menyinggung perasaan mereka maka mohonlah maaf kepada mereka niscaya Allah memaafkan kamu. Karena sesungguhnya Dia bagi orang-orang yang bertubat maha pengampun.
Thahir Ibnu Asyur menulis bahwa karena tuntutan ayat-ayat yang lalu harus didasari oleh keikhlasan, yang pada gilirannya seseorang dapat melaksanakan tuntutan itu secara sempurna, maka Allah menekankan bahwa Dia mengetahui apa yang terbetik dihati seseorang.
D. Ajakan mempersekutukan Allah harus ditentang walaupun datangnya dari orang tua
Allah berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat: 8:
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S Al-Ankabut: 8)
Ayat ini berbicara tentang larangan mengikuti orang tua yang memaksa anaknya mempersekutukan Allah. Namun sebelum menegaskan larangan itu, dikemukakan dahulu prinsip dasar perlakuan anak kepada orang tuanya, kendati agama dan kepercayaan mereka berbeda dengan agama anak.
Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 15:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Dari ayat tersebut Al-Qur an memberikan pengecualian bahwa wajib tidak menuruti orang tua jika kedua orang tua memaksa anak untuk berpindah keyakinan untuk mempersekutukan Allah. Menukar tauhihd dengan syirik. Tegas dalam ayat ini Tuhan memberikan pedoman “Janganlah engkau ikuti keduanya”.
Tentu akan timbul pertanyaan “Apakah dengan demikian si anak bukan mendurhakai orang tua? Jawabannya sudah diteruskan Allah pada lanjutan ayat “dan pergaulilah keduanya di dunia ini sepatutnya” artinya adalah bahwa keduanya selalu dihormati, disayangi, dicintai dengan sepatutnya, dengan yang makruf. Jangan mereka dicaci dan dihina, melainkan tunjukan saja bahwa dalam hal aqidah memang berbeda aqidah anak dan orang tua. Kalau mereka sudah tua asuhlah dengan baik. Tunjukkan bahwa muslim adalah seorang budiman tulen.
E. Keutamaan Birrul Walidain
1. Merupakan salah satu sebab diampuninya dosa
Allah berfirman dalam surat Al-Ahqaaf ayat 15 – 16:
“Sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".
“Mereka Itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.
2. Merupakan sebab keridhoan Allah SWT
Rasulullah SAW bersabda:
رضاالله فى رضاالوالدين وسحت الله فى سحت الوالدين
Artinya: Keridhoan Allah ada pada keridhoan orang tua dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan orang tua.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berbakti kepada orang tua hukumnya adalah wajib bagi setiap orang. Apalagi keduanya sudah beranjak tua. Wajib bagi anak untuk menjaga perasaan mereka berdua.
2. Dalam berbakti kepada orang tua harus seimbang antara ucapan, perbuatan maupun keikhlasan dalam hati.
3. Sebebas apapun usaha anak untuk membalas budi orang tua tetap tidak bisa mengimbangi jerih payah orang tua dalam mendidik anak.
4. Jika orang tua memaksa anak untuk menukar tauhid dengan syirik maka wajib bagi anak untuk menolaknya. Tetapi walaupun demikian anak tidak boleh memusuhi orang tuan. Anak tetap wajib mempergauli orang tua dengan baik dalam hal keduniawian.